MAKALAH INDIVIDU
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang
LEASING
Oleh
Lega
Aidil Putri : 1630401096
Dosen
pembimbing :
Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag
Ifelda
Nengsih, SEI., MA
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH (3C)
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Leasing bukan merupakan fenomena baru,
namun di negara-negara berkembang,
inisiatif menawarkan leasing
bagi usaha kecil dan mikro masih sangat jarang. Hal ini sangat mengejutkan
mengingat leasing memiliki
manfaat besar atas kredit. Manfaat yang paling
penting adalah bahwa pengusaha
dapat memulai peralatan
sebelum mereka benar-benar
memilikinya. Artinya,
selama periode pembayaran angsuran leasing, pengusaha telah dapat merealisasikan pendapatan ekstra melalui penggunaan
peralatan tersebut.
Manfaat lain adalah
bahwa leasing tidak menetapkan (atau sangat sedikit) persyaratan agunan. Ini adalah fitur yang akan
membuka pintu bagi banyak
pengusaha sukses yang
potensial
yang melihat aplikasi pinjaman
mereka ditolak hanya karena tidak memiliki agunan. Selain itu manfaat lainnya adalah risiko pengalihan dana adalah
risiko yang paling nyata bagi lembaga keuangan
mikro yang dapat dicegah
dalam leasing, mengingat pendanaan yang langsung diberikan untuk
membeli peralatan tanpa pernah melalui tangan lessee.
Adalah benar bahwa skema
leasing
memerlukan sistem baru dan latihan
khusus untuk staf. Usaha ekstra ini yang diperlukan untuk leasing dapat
mengarahkan lembaga keuangan pada pertanyaan – kadangkala sudah pada tempatnya – apakah mereka dapat menawarkan leasing pada suatu basis yang sehat. Ketidak-pastian
tentang basis legal untuk leasing, seperti halnya
seputar perpajakan, dapat juga mengecilkan hati lembaga keuangan
dari mengembangkan suatu
produk leasing. Pedoman ini mencoba untuk menyajikan kepada
pembaca dengan gambaran yang lengkap tentang pro dan contra
leasing
untuk usaha kecil dan mikro, mencakup risiko-
risiko untuk lembaga keuangan itu.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Leasing
Perusahaan sewa guna usaha di indonesia lebih
dikenal dengan nama leasing. Kegiatan
utama perusahaan sewa guna usaha adalah bergerak dibidang pembiayaan untuk
keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan yang
dimaksud disini adalah jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal
seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara
kredit dapat diperoleh diperusahaan leasing. Pihak leasing dapat membiayai
keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah
pihak.
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah
perjanjian antara lessor (perusahaan
leasing) dengan lessee (nasabah)
dimana pihak lessor menyediakan
barang dengan hak penggunaan oleh lessee
dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Sedangkan pengertian sewa guna usaha sesuai dengan
keputusan menteri keuangan No. 1169/KMK.01/1991 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal, baik secara
sewa guna usaha dengan bak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa bak
opsi (operating lease) untuk digunkan oleh lessee dalam jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara berkala.”. Selanjutnya yang dimaksud dengan
finance lease adalah kegiatan sewa usaha dimasa lessee pada akhir masa kontrak
mempunyai bak opsi untuk membeli objek sewa guna usaha berdasarkan nilai sisa
yang disepakati. Sebaliknya operating lease tidak mempunyau bak opsi untuk
membeli objek sewa guna usaha.
Ada beberapa pihak yang terlibat dalam beberapa
fasilitas leasing, dan masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya.
Masing-masing pihak dalam melakukan kegiatannya selalu bekerjasama dan saling
berkaitan antara yang satu dengan yang lain melalui kesepakatan yang dibuat
bersama.
Dalam setiap transaksi leasing di
dalamnya selalu melibatkan 3 pihak utama,
yaitu:
1. Lessor adalah perusahaan sewa guna usaha atau di dalam hal ini pihak yang
memiliki hak kepemilikan atas
barang
2. Lessee adalah peruahaan atau pihak pemakai barang yang bisa memiliki hak opsi pada akhir perjanjian
3. Supplier
adalah
pihak penjual barang yang disewa guna usahakan.
Adapun
pihak-pihak yang terlibat dalam proses pemberian fasilitas leasingadalah
sebagai berikut :
1. Lessor
Merupakan perusahaan
leasing yang membiayai keinginan para nasabahnya untuk memperoleh barang-barang
modal.
2. Lessee
Adalah nasabah yang
mengajukan permohonan leasing kepada lessor untuk memperoleh barang modal yang
diinginkan.
3. Supplier
Yaitu pedagang yang
menyediakan barang yang akan dileasingkan sesuai perjanjian antara lesoors
dengan lessee dan dalam hal ini suplier juga dapat bertindak sebagai lessor
4. Asuransi
Merupakan perusahaan
yang akan menanggung resiko terhadapa perjanjian antara lessor dengan lessee.
Dalam hal ini lessee dikenakan baiya asuransi dan apabila terjadi sesuatu ,
maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian
terhadap barang yang dileasingkan.[1]
B.
Mekanisme
operasional perusahaan leasing
1. Produk
leasing
Jenis-jenis
perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatannya dibagi menjadi 3 kelompok,
yaitu :
a. Independent
leasing
Merupakan perusahaan
leasing yang berdiri sendiri dapat sekaligus sebagai suplier atau membeli barang-barang
modal dari suplier lain untuk di leasekan.
b. Captive
lessor
Dalam perusahaan
leasing jenis ini, produsen atau suplier mendirikan perusahaan leasing dan yang
mereka leasekan adalah barang-barang milik mereka sendiri. Tujuan utamanya
adalah untuk dapat meningkatkan penjualan, sehingga mengurangi penumpukan
barang digudang/toko.
c. Lease
broker
Perusahaan jenis ini
kerjanya hanyalah mempertemukan keinginan lessee untuk memperoleh barang modal
kepada pihak lessor untuk dileasekan. Jadi dalam hal ini lease broker hanyalah
sebagai perantara antara pihak lessor dengan pihak lessee.
Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan antara satu perusahaan leasing dengan perusahaan leasing lainnya
dapat berbeda. Didalam surat keputusan menteri keuangan nomor 1169/KMK.01/1991
tanggal 21 november 1991, kegiatan leasing dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu :
1) Melakukan
sewa guna usaha dengan hak opsi bagi lessee (finance lease)
Kriteria untuk finance lease apabila suatu perusahaan
leasing memenuhi persyaratan :
a) Jumlah
pembayaran sewa guna usaha dan selam masa sewa guna usaha pertama kali,
ditambah dengan nilai sisa barang yang di lease
harus dapat menutupu harga perolehan barang modal yang dileasekan dan
keuntungan bagi pihak lessor.
b) Dalam
perjanjian sewa guna usaha memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessee.
Kemudian
dalam prakteknya transaksi finance lease dibagi lagi kedalam bentuk-bentuk sebagi
berikut :
a.
direct
finance lease
Transaksi
ini dikenal juga dengan nama true lease. Dimana
dalam transaksi ini pihak lessor
memberi barang pihak lessor membeli
barang modal atas permintaan lessee dan sekaligus menyewagunakan barang
tersebut kepada lessee. Lessee dapat
menentukan spesifikasi barang yang diinginkan tersebut penentuan harta dan supliernya. Oleh karena itu proses
pembelian yang dilakukan lessor hanyalah
untuk memenuhi kebutuhan pihak lessee.
b.
Sale
and lease back
Proses
ini dilakukan dimana pihak lessee menjual
barang modalnya kepad lessor untuk
dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut, antar lessee dan leasor. Metode ini biasanya digunakan untuk menambah modal kerja
pihak lessee.
c.
Leverage
lease
Merupakan salah satu
teknik pembiayaan dalam finance lease yang
digunakan lessee.
d.
Syndicate
lease
Adalah pembiayaan
leasing yang dilakukan lebih dari satu lessor atas suatu objek leasing. Syndicate
lease terjadi apabila terjadi karenaalasan-alasan resiko tidak bersedia atau
karena suatu alasan tidak memiliki kemampuang pendanaan untuk menutup sendiri
suatu transaksileasing yang nilainya cukup besaryang dibutuhkan oleh lessee.
e.
Cross
border lease
Adalah transaksi
leasing yang dilakukan diluar batasan suatu negara yaitu negara dimana lessor
berkedudukan berbeda dengan negara lessee.
f.
Vendor
program
Adalah suatu penjualan
yang dilakukan oleh produsen atau dealer dimana perusahaan leasingmemberikan
atau menyediakanfasilitas leasing kepada pembeli barang.
2) Melakukan
sewa guna dengan tanpa hak opsi bagi lessee
(operating lease)
Kriteria
untuk operating lease adalah memenuhi
persyaratan sebagi berikut :
a) Jumlah
pembayaran selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi harga perolehan
barang modal yang dileasekan ditambah keuntungan bagi pihak lessor.
b) Didalam
perjanjian leasing tidak memuat mengenai hak opsi bagi lessor.
Dalam
operating lease dimana pihak lessor sengaja membeli barang modal
untuk kemudian dileasekan kepada pihak lessee.
Biaya yang dikenakan terhadap lessee
adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang yang dibutuhkan oleh lessee berikut bunganya.[2]
2. Mekanisme
pelaksanaan leasing
Secara
garis besar mekanisme easing dapat diuraikan sebgai berikut :
a. Lessee
menghubungi suplier untuk pemeliharaan dan penentuan jasa barang, spesifikasi
harga, jangka waktu pengiriman, jaminan atas barang yang akan dileasekan.
b. Lessee
melakukan negosiasi dengan lessor mengenai kebutuhan pembiayaan barang modal.
Pada tahap awal ini, lessee dapat meminta lease quotation yang mengikat dari
lessor. Dalam lease quotayion ini dimuat
mengenai syarat-syarat pokok pembiayaan leasing lainnya : keterangan barang,
harga barang, cash security deposit, residual value, dll
c. Lessor
mengirim letter of ofter atau commitment letter kepad lessee yang berisi
syarat-syarat pokok persetujuan lessor untuk membiayai barang modal yang
dibutuhkan lesse tersebut. Apabila lesse menyetujui semua ketentuan dan
persyaratan dalam letter of oeter kemudian lessee menandatangi dan
mengembalikan nya kepada lessor.
d. Penandatangan
kontrak leasing setelah semua persyaratan dipenuhi oleh lessee. Kontrak
training tersebut sekurang-kurangnya mencakup antara lain : pihak-pihak yang
terlibat, hak milik, jangka waktu, jasa
leasing, opsi bagi lessee, penutupan asuransi, dll
e. Pengiriman
order beli kepada suplier disertai instruksi pengiriman barang kepada lesse
sesuai dengan tipe dan spesifikasi barang yang telah disetujui.
f. Pengiriman
dan pengecekan barang oleh lessee sesuai dengan permintaan. Selanjutnya lessee
menandatangni surat tanda terima dan peri tah bayar dan diserahkan kepada
suplier.
g. Penyerahan
dokumen oleh suplier kepada lessor termasuk faktur dan bukti-bukti kepemilikan
barang lainnya.
h. Pembayaran
oleh lessor kepada suplier
i.
Pembayaran
angsuran (lease payment) secara berkala oleh lessee kepada lessor selama masa
sewa guna usaha yang seluruhnya mencakup pengembalian jumlah yang dibiayai
serta bunganya.
C. Perkembangan perusahaan leasing dan
tinjauan syariah terhadap leasing diindonesia
1. Perkembangan
perusahaan leasing
a. Leasing dikenal sejak 2000SM oleh bangsa sumeria masih
belum dalam lembaga perbankan.
b. 400SM bangsa Nippur mulai mengembangkan dalam lembaga
perbankan.
c. 1850M di Amerika leasing diperkenalkan oleh Tom Clark
, berlanjut muncul perusahaan-perusahaan leasing 1952M.
d. 1974M diperkenalkan di Indonesia.
e. 10 Desember 2007 terbit regulasi yang terkait
Perusahaan Pembiayaan berdasar prinsip syariah.
Pada
awalnya, tepatnya tanggal 2 Juli 1982 telah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia
(ALI) yang berkedudukan di Jakarta sebagai satu-satunya wadah komunikasi bagi
perusahaan-perusahaan leasing di Indonesia. Kehadiran ALI telah dirasakan
manfaatnya oleh seluruh pelaku usaha leasing di Indonesia dan ALI telah
berhasil melakukan berbagai aktivitas guna kepentingan para anggotanya,
termasuk membantu pengembangan industri usaha leasing di Indonesia bersama pemerintah,
Seiring dengan pertumbuhan sektor usaha jasa pembiayaan dan guna menampung
aspirasi seluruh anggota maka pada tanggal 20 Juli 2000 telah diambil keputusan
untuk mengubah ALI menjadi ASOSIASI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INDONESIA(APPI).
Keputusan
diatas sejalan dengan keberadaan usaha para anggota sebagai perusahaan
pembiayaan yang dapat melakukan aktivitas usaha: sewa guna usaha (leasing),
anjak piutang (factoring), pembiayaan konsumen (consumer finance), dan kartu
kredit (credit card). Dalam perkembangannya pada tanggal 21 Desember 2000
Asosiasi Factoring Indonesia (AFI) juga telah bergabung ke dalam APPI. Sesuai
dengan tujuan didirikannya, APPI bersama pemerintah terus berupaya memberikan
andil dan peran lebih berarti dalam peningkatan perekonomian nasional khususnya
pada sektor usaha jasa pembiayaan.
2. Tinjauan
syariah terhadap leasing diindonesia
Ijarah
(leasing) menurut bahasa berasal dari kata Ajru yang berarti ‘Iwadh (ganti atau
upah) sedangkan menurut istilah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas
suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah tanpa
diikuiti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.
Jadi
dapat diambil kesimpulan bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan adanya
imbalannya yang dikenal dengan sewa menyewa dan upah mengupah yang tidak
diiringi dengan perpindahan kepemilikan.
Karen
ijarah adalah akad mengatur pemanfaatan hak guna tanpa terjadinya perpindahan
kepemilikan, maka bantak orang menyamakan ijarah ini dengan leasing. Hal ini
terjadi karena kedua istilah ini sama-sama mengacu pada hal ihwal sewa meyewa.
Menurut
adiwarman karim menyamakan ijrah dengan leasing tidak sepenuhnya salah, tapi
tisk sepenuhnya benar pula, karena pada dasarnya walaupun terdapat kesamaan
antara ijarah dengan leasing, tetapi ada karakteristik yang berbeda.
Dari
aspek perpindahan kepemilikan, dalam leasing dikenal ada dua jenis : operting lease dan finance
lease. Dalam operating lease tidak
terjadi perpindahan kepemilikan aset baik di awal maupun diakhir periode sewa. Dalam
finance lease diakhir periode sewa sipenyewa diberikan
pilihan untuk membeli atau tidak membeli barang yang disewakan, jadi ini
merupakan pilihan.
Sedangkan dalam
ijarah sama seperti operating lease ,
yakni tidak adanya perpindahan kepemilikan diawal maupun diakhir periode, namun
demikian pada akhir masa sewa bank da[at saja menjual barang yang disewakannya
kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal dengan ijarah muntahiya bittamlik/ IMBT (sewa
yang diikuti dengan perpindahan kepemilikan). Harga sewa dan harga jual
disepakati diawal perjanjian.[3]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perusahaan sewa guna usaha di indonesia lebih
dikenal dengan nama leasing. Kegiatan
utama perusahaan sewa guna usaha adalah bergerak dibidang pembiayaan untuk
keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan yang
dimaksud disini adalah jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal
seperti peralatan kantor atau mobil dengan cara disewa atau dibeli secara
kredit dapat diperoleh diperusahaan leasing. Pihak leasing dapat membiayai
keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati kedua belah
pihak.
Pengertian sewa guna usaha secara umum adalah
perjanjian antara lessor (perusahaan
leasing) dengan lessee (nasabah)
dimana pihak lessor menyediakan
barang dengan hak penggunaan oleh lessee
dengan imbalan pembayaran sewa untuk jangka waktu tertentu.
Pada
awalnya, tepatnya tanggal 2 Juli 1982 telah dibentuk Asosiasi Leasing Indonesia
(ALI) yang berkedudukan di Jakarta sebagai satu-satunya wadah komunikasi bagi
perusahaan-perusahaan leasing di Indonesia. Kehadiran ALI telah dirasakan
manfaatnya oleh seluruh pelaku usaha leasing di Indonesia dan ALI telah
berhasil melakukan berbagai aktivitas guna kepentingan para anggotanya,
termasuk membantu pengembangan industri usaha leasing di Indonesia bersama pemerintah,
Seiring dengan pertumbuhan sektor usaha jasa pembiayaan dan guna menampung
aspirasi seluruh anggota maka pada tanggal 20 Juli 2000 telah diambil keputusan
untuk mengubah ALI menjadi ASOSIASI PERUSAHAAN PEMBIAYAAN INDONESIA(APPI).
B. Saran
Setelah memahami penjelasan tentang perusahaan
leasing tersebut bahwa kegiatan leasing
utama adalah bergerak dibidang pembiayaan untuk keperluan barang-barang modal
yang diinginkan nasabah. Untuk itu sebaiknya leasing diindonesia terus di
kembangang kan karena akan berpengaruh terhadap perekonomian indonesia, karena
dapat membantu para pengusaha yang membutuhkan barang-barang modal yang diperlukannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Kasmir. 2001. Bank dan Lembaga Keuangan lainnya. Jakarta
: PT RajaGrafindo Persada, 2001
Wijaya, Faried.1999. Perkreditan Bank dan Lembaga-lembaga Keuangan. Yogyakarta : BPFE
Yogyakarta
Iska, Syukri dan Rizal. 2005. Lemabaga
Keuangan Syariah. Batusangkar : STAIN Batusangkar
[1]
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya,
(Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2001) hlm. 242
[2]
Faried Wijaya, Perkreditan Bank dan Lembaga-lembaga
Keuangan, (Yogyakarta : BPFE Yogyakarta, 1999) hlm 178
[3] Syukri Iska dan Rizal, Lemabaga Keuangan Syariah,
(Batusangkar : STAIN Batusangkar, 2005) hlm 97-100
Tidak ada komentar:
Posting Komentar