BAB
II
PEMBAHASAN
A. Jual Beli Najasyi
Al
najasy menurut bahasa artinya al-istitar (
menyembunyikan), al-khadi’ah (penipuan), al-ziyadah (penambatan).
Sedangkan menurut istilah adalah menaikkan harga komoniti yang dilakukan oleh
orang yang tidak ingin membeli barang yang diperjualbelikan tersebut. Tujuannya
adalah hanya semata-mata agar orang lain tertarik untuk membelinya.
1.
Hadis
dan Terjemahan
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ
مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا قَال نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النّ
Artinya
: “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah telah menceritakan
kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari menambahkan harga barang dagangan
yang menganudng unsur penipuan terhadap orang lain.”
2.
Penjelasan
Hadis
Rasulullah
melarang bai’ an-najasy. An-Najasy yang dimaksud dalam hadis ini ialah bentuk
praktik julal-beli sebagai berikut: seseorang yang telah ditugaskan menawar
barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih
tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan
memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya,
namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya
tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan, dan oleh karenanya disebut sebagai
praktik jual-beli yang terlarang.
Orang yang
menaikkan harga, padahal tak berminat untuk membelinya telah melanggar larangan
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabdanya:
لاَ تَنَاجَشُوْا
Artinya: Janganlah kalian
melakukan jual beli najasy
Orang yang tidak berminat membeli dan tidak tertarik
pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga.
Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar
sesuai harga yang diinginkan.
Para ulama sepakat bahwa apabila
orang yang menawar atau menaikkan harga komoditi lebih tinggi (al-najisy) melebihi harga normal, hukumya
adalah haram. Perbedaan pendapat diantara mereka adalah apabila harga komoditi
tidak naik disebabkan al-najasy, apakah hukumnya haram atau tidak? Pendapat
para ulama dalam hal ini terbagi ke dalam dua bagian.
a.
Sesungguhnya
najasy itu hukumnya mutlak haram, baik
harga komoditi itu naik dari harga normal disebabkan najisy atau tidak. Ini
adalah pendapat ulama syafi’iyah, hanabilah, dan Al-Maziri, salah seorang ulama
malikiyah.
b.
Sesungguhnya
najasy itu hukumnya haram apabila najisy menaikkan harga komoditi di atas harga
normal.. akan tetapi, jika harga komoditi tidak naik disebabkan najisy, maka
hukumnya tidak haram. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan
Ibnu Hamz. Mereka berargumen bahwa naiknya harga komoditi disebabkan najisy
apabila melebihi harga normal hukumnya tidak haram.
Dari
pembahasan diatas, pendapat yang rajih adalah pendapat yang dikemukakan oleh
hanafiyah, malikiyah dan ibnu hazm. Alasannya adalah sebagai berikut:
1)
Hadist
riwayat Ibnu Umar di-taksish oleh hadist riwayat Tamim Al-Dari.
2)
Sesuai
dengan kaidah ushul fiqih: “Mengompromikan berbagai dalil yang memungkinkan
maka wajib hukumnya.” Maka dalam hal ini dapat dibawa hadits tentang
larangan bai’ al-najasy riwayat Ibnu Umar, karena sifatnya umum kepada hadits
riwayat tamim al-Dari yang men-takhsish-nya.
3)
Pendapat
ini dapat menghilangkan kemudharatan dan mencegah perbuatan zalim. Karena
banyak orang-orang bersepakat diantara mereka membeli barang komoditi dengan
tidak menaikkan harga dari harga normal. Maka ini adalah sebuah tindakan yang
menzalimi pedagang. Kalaulah ada orang-orang yang mau menaikkan atau menawar
harga barang komoditi lebih tinggi sehingga mencapai batas harga normal,
tentunya ini termasuk meemberikan nasihat dan menolong sesama umat muslim serta
menghidari penipuan dan kemudaratan. ( Enang Hidayat, 2015: hal 129-131)
3.
Ayat
yang Terkait dengan Hadis
QS. Ali Imran:77
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbrçtIô±o ÏôgyèÎ/ «!$# öNÍkÈ]»yJ÷r&ur $YYyJrO ¸xÎ=s% Í´¯»s9'ré& w
t,»n=yz öNßgs9 Îû ÍotÅzFy$# wur ãNßgßJÏk=x6ã ª!$# wur ãÝàZt öNÍkös9Î) tPöqt ÏpyJ»uÉ)ø9$# wur óOÎgÅe2tã óOßgs9ur ëU#xtã ÒOÏ9r& ÇÐÐÈ
Artinya:
Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat
bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka
dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan
mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih. Abdullah
bin Aufa berkata, “pelaku praktek najasy adalah pemakan riba dan penghianat”
(HR Bukhari [2675])
4.
Analisis
Pemakalah
Daripembahasan
diatas dijelaskan bahwa jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah
disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam islam. jual beli
najasy tersebut di larang karena lebih besar mudharatnya dari pada manfaatnya
yang membuat orang lain tertipu dan terpengaruh oleh perbuatan tersebut dan
sebagaimana juga telah dijelaskan oleh hadits Rasulullah SAW bahwa jula beli
najasy tersebut haram.
B. Jual Beli Urbun
Al-‘urbun berasal dari kata- وعلربن- وهوعلربن- وعلربون عرب artinya seorang
pembeli memberi uang panjar (DP). Dinamakan demikian, karena di dalam akad jual
beli tersebut terdapat uang panjar yang bertujuan agar orang lain yang
menginginkan barang itu tidak berniat membelinya karena sudah dipanjar oleh si
pembeli pertama.
1.
Hadis
dan Terjemahan
عَنْ عَمْرِو بْنِ
شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّهُ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ (رواه أحمد والنسائي وأبو
داود, وهو لمالك في الموطأ
Artinya
: dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata bahwa Nabi SAW
melarang jual beli Urban.’ (HR, Ahmad, Nasa’i, Abu Daud dan Hadist ini
diriwayatkan juga (oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha).
Hadist Ibnu
Majah:
حَدَّثَنَا
هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ قَالَ بَلَغَنِي عَنْ
عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ
Artinya:
melarang jual
beli dengan sistem 'Urban (membeli dengan cara panjar, jika gagal uang tak kembali). (HR. ibnumajah No.2183).
Hadist Nabi dari
Amru bin Syu’eb menurut riwayat Malik mengatakan:
نَهَى
رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ اَلْعُرْبَانِ
Artinya: Sesungguhnya Rasul Allah SAW. Melarang jual-beli
‘urban
2.
Penjelasan
Hadis
Dari hadist
diatas sudah jelas dikatakan bahwa jual beli urbun itu dilarang, adapun yang
dimaksud dengan jual beli urbun adalah seseorang membeli sebuah barang lalu ia
membayar satu dirham atau sebagian kecil dari harga barang kepada penjual,
dengan syarat jika jual beli dilanjutkan maka satu dirham yang telah dibayarkan
akan terhitung sebagai bagian dari harga. Namun apabila tidak jadi, maka satu
dirham yang telah dibayarkan akan menjadi pemberian (hibah) bagi si penjual.
Sudah jelas bahwa jual beli urbun tersebut jangka waktu penentuan jadi tidaknya
suatu transaksinya tidak jelas. Dan pembeli pada dasarnya memiliki hak khiyar
(meneruskan atau membatalkan transaksi tersebut).
Perbedaan Pendapat Tentang Hukum Bai’ Al-Urbun
a. Pendapat
yang membolehkan bai al-urbun
1) Dari
kalangan sahabat Rasulullah SAW
Pendapat yang membolehkan bai’
al-urbun di kalangan sahabat diantaranya adalah umar bin khatab Ra. Dalam al-istidkar,
ibnu abd al-Barr menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ bin Abd
al-Harits, beliau berkata:
عا مل عمر على مكة ، اننه شتر ى من
صفو ا ن بن امية دارا لعمر بن الخطا ب با ربعة الاف در هم ، واشتر ط علسه النا فع
ان رضي عمر، فا لبيع له ، وان لم ير ض فلصفو ان ار بع ما ءةدرهم.
Artinya:
Umar brermuamalah
dengan penduduk makkah (shafyan). Beliau membeli rumah dari shafyan bin umayah
seharga empat ribu dirham. Sebagai tanda jadi membeli, umar memberi uang panjar
sebesar empat ratus dirham. Kemudian nafi memberi syarat, jika umar benar-benar
jadi membeli rumah itu, maka uang panjar itu dihitung dari harga. Dan jika
tidak jadi membelinya, maka uang panjar itu milik shafwan.
2) Dari
Kalangan Tabiin
Pendapat yang membolehkan dari
kalangan tabiin diantaranya adalah muhammad bin sirin, sebagaimana hadits yang
diriwayatkan ibnu abi syaibah, bahwa beliau (ibnu sirin) berkata:
لا ير ى با سا ان يعطي الر جل العر
بو ن الملا ح او غير ه فيقو ل ان جؤت به الى كذاوالا فهولك.
Artinya:
“Boleh hukumnya seorang
memberikan panjar berupa garam atau yang lainnya kepada si penjual. Kemudian
orang itu berkata: “ jika aku datang kepadamu jadi membeli barang itu, maka
jadilah jual beli, kalau tidak jadi panjar yang diberikan itu untukmu.”
3) Dari
Kalangan Imam Mazhab
Bai al-urbun menurut ulama
hanabilah termasuk jenis jual beli yang mengandung kepercayaan dalam
bermuamalah, yang hukumnya dibolehkan atas dasar kebutuhan (hajat) menurut
pertimbangan ‘Urf (adat kebiasaan).
b. Dalil
Hukum Yang Membolehkan Al-Urbun
Hadits mursal
yang diriwayatkan oleh Abd al- Razzaq dari Zaid bin Aslam, beliau berkata:
انرسول الله صلى االله عليه وصلم سؤل
عن بيع العر با ن فا حله
( رواه عبد الر زاق عن زيد بن ا سلم ر ضي االله
عنه)
Artinya: Bahwasanya Rasulullah SAW ditanya mengenai
hukum bai’al urbun, kemudian beliau membolehkanya (HR. Abd-Razzaq bin Zaid bin
Aslam Ra)
Hadist diatas termasuk hadist mursal
(hadist yang sanad terakhirnya gugur, yaitu sanad setelah tab’in (sahabat) yang
tergolong hadis dhaif. Dalam menyikapi hidist mursal ini, para ulama berbeda
pendapat mengenai hukum ke bolehan mengamalkannya.(Enang Hidayat, 2015: hal
208-211)
3.
Ayat
yang Terkait dengan Hadis
Q.S Al-Baqarah ayat 275
:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ لرِّب
Artinya :”....Padahal Allah
telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”(Mardani, 2011 : 1)
4.
Analisi
Pemakalah
Dari pembahasan diatas kita ketahui bahwa jual beli
al- urbun itu tidak dibolehkan karna membayar dengan uang panjar, dan uang
panjar itu tidak akan kembali apabila tidak jadi membeli tentu hal ini
merugikan salah satu pihak. Sedangkan
dari beberapa hadist diatas ada yang ,membolehkan karna mengembalikan uang panjar apabila pembeli
tidak jadi membeli barang. Hal ini termasuk kedalam iqalah yang hukumnya sendiri yang hukumnya sendiri adalah sunnah
bagi orang yang menyesal baik dari pihak penjual maupun pembeli.
C.
Jual
Beli Muhaqalah, Muzabanah, Mulamasah, dan Munabazah
1.
Jual
Beli Muhaqallah
a.
Hadist
dan terjemahan
Al-Muhaqalah diambil dari kata اَلْحَقْل yang berarti ladang, di mana hasil
pertanian masih berada di ladang. Baqallah berarti tanah, sawah, dan kebun, Maksud
muhaqallah disini ialah menjual tanam-tanaman yang masih dilarang atau di
sawah.
ان ر سو ل ا الله صلي ا الله عليه
وسلم نهي عن بيع المز ابنه و المحا قلة والمز ابنة ان يبا ع ثمر النخل با لتمر
والمحاقلةان يبا عالز رع با لقمح واستكر ا ء الا رض با لقمح (رواه البخا ري و مسلم
عن سعيد بن المسيب ر ضي ا الله عنه)
Artinya: bahwa rasulullah SAW melarang transaksi dengan sistem
muzabannah dan muhaqallah. Muzabanah ialah seorang menjual buah kurma yang
masih di pohon dengan kurma kering, sedangkan muhaqallah seorang yang menjual
biji- bijian dengan gandum serta
menyewakan tanah dengan gandum (HR. Muslim[No]2837] dari Said bin Al-
musayyad Ra). ( Enang
hidayat, 2015: hal 129-131)
Dasar haramnya jual-beli ini adalah hadist Nabi yang
berasal dari Jabir bin Abdullah meurut lima perawi hadist selain Ibnu Majah dan
disahkan oleh al-Tirmizi yang bunyinya:
أن النبى صلى الله عليه و سلم نهى عن ا لحا قلة و
المنا بذة و المخابر ة و
عي الشني
“Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Melarang
jual-beli muhaqalah, muzabanah, mukhabarah dan tsunaiya”.
b.
Penjelasan hadist
Maksud dari jual beli muhaqalah
yaitu menjual biji-bijian (seperti gandum, padi dan lainnya) yang sudah matang
yang masih di tangkainya dengan biji-bijian yang sejenis. Pada jual
beli model ini terkumpul dua hal yang terlarang, yaitu:
1) Adanya ketidakjelasan kadar pada barang yang dijual belikan.
2) Padanya terdapat unsur riba karena tidak diketahui
secara pasti
adanya kesamaan antara dua barang yang dijual belikan.
Padahal ketentuan syar’i dalam hal
ini adalah,“Bahwa ketidakpastian adanya kesamaan (antara dua barang yang
dijual-belikan) sama seperti mengetahui secara pasti adanya tafadhul
(melebihkan salah satu barang yang ditukar) dalam hal hukum.” Ketidakjelasan di
sini karena biji-bijian yang masih di tangkainya tidak diketahui kadarnya (beratnya)
secara pasti dan tidak diketahui pula baik dan buruknya barang tersebut.
Adapun adanya unsur riba di sini karena jual beli
biji-bijian dengan biji-bijian yang sejenis dengannya tanpa adanya takaran
syar’i yang sudah diketahui akan menyebabkan ketidakjelasan pada sesuatu.
Imam
al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia
berkata:
نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ
الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُنَابَذَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ وَالْمُزَابَنَة.
“Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara muhaqalah,
mukhadharah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.”
Alasan haramnya jual beli ini adalah karena objek
yang diperjual belikan masih belum dapat dimanfaatkan, karena larangan disini
melanggar salah satu dari syarat jual beli yaitu manfaat, maka menurut
kebanyakan Ulama jual beli ini tidak sah. (journal.stainkudus.ac.id)
c.
Kaitan hadist dengan Al-Quran
QS.
Al-Bqarah ayat 275
úïÏ%©!$#
tbqè=à2ù't (#4qt/Ìh9$# w tbqãBqà)t wÎ) $yJx. ãPqà)t Ï%©!$# çmäܬ6ytFt ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºs öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur y$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkÏù crà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahul (sebelum datang
larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil
riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Mardani, 2011: hal 13)
d.
Analisis pemakalah
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli
muhaqalah dilarang oleh Allah SWT, karena jual beli tersebut adanya ketidak jelasan kadar pada barang yang dijual
belikan dan juga terdapat unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya
kesamaan antara dua barang yang dijual belikan. Ketidakjelasan di sini karena
biji-bijian yang masih di tangkainya tidak diketahui kadarnya (beratnya) secara
pasti dan tidak diketahui pula baik dan buruknya barang tersebut.
2.
Jual Beli Muzabanah
a.
Hadis dan terjemahan
Muzabanah
secara bahasa diambil dari kata اَلزَّبْنُ yang berarti mendorong dengan keras.
Jual-beli muzabanah adalah dengan mempertukarkan kurma yang masih basah dengan
yang sudah kering dan mempertukarkan anggur yang masih basah dengan yang sudah
kering dengan menggunakan alat ukur takaran.
Ibnu majah jilid 2 No. Hadist : 22658
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ ، أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ
بْنُ سَعْدٍ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، قَالَ : نَهَى
رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنِ الْمُزَابَنَةِ.وَالْمُزَابَنَةُ
: أَنْ يَبِيعَ الرَّجُلُ ثَمَرَ حَائِطِهِ إِنْ كَانَتْ نَخْلاً ، بِتَمْرٍ
كَيْلاً ، وَإِنْ كَانَتْ كَرْمًا ، أَنْ يَبِيعَهُ بِزَبِيبٍ كَيْلاً ، وَإِنْ
كَانَتْ زَرْعًا , أَنْ يَبِيعَهُ
بِكَيْلِ طَعَامٍ ، نَهَى عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ
Artinya :“Abdillah berkata
Rasullulloh melarang jual beli dengan cara muzabanah yaitu bila
seorang rojul menjual pada kurma basah (kurma yang masih dipohon) dijual dengan
kurma kering (kurma yang sudah matang). Dan bila ada anggur basah dijual dengan anggur kering. Dan bila ada gogo
(sejenis padi-padian) dijual dengan makanan. Nabi melarang dari demikian itu
semua.”
b. Penjelasan hadist
Hadits ini merupakan dasar larangan
menakar bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satunya masih basah dan yang
lain sudah kering. Misalnya menakar ruthab (kurma basah) dengan kurma kering
atau menakar anggur dengan kismis atau menakar daging basah dengan dendeng
(daging kering). Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu.
Dalam jual
beli muzabanah terdapat dua ‘illat (sebab) yang mengharuskan syari’at untuk
melarangnya:
1)
Adanya
ketidakjelasan pada barang (karena masih berada di pohon). Juga adanya bahaya
yang akan mengancam salah satu pihak dengan kerugian.
2)
Adanya unsur riba karena kurma yang masih berada di pohon
belum jelas (kadarnya, serta baik dan buruknya), maka menjual kurma dengan
kurma yang sejenis, tentu belum memastikan adanya tamatsul (samanya kadar
antara dua barang yang dijualbelikan), sehingga hal tersebut akan menyebabkan
terjadinya riba fadhl.
c. Kaitan hadist dengan Al-Qur’an
QS Al-Alaq: 18
äíôuZy spuÏR$t/¨9$# ÇÊÑÈ
Artinya: Kelak kami akan memanggil
malaikat Zabaniyah.
Karena mereka (para Malaikat pemberi adzab-ed)
mendorong orang-orang yang berbuat dosa ke dalam Neraka dengan kuat, keras, dan
kasar.
”Sedangkan
makna muzabanah secara syar’i, ialah menjual anggur dengan anggur atau kurma
dengan kurma yang masih berada di pohon atau menjual ruthab (kurma yang masih
basah) dengan kurma yang sudah kering. (journal.stainkudus.ac.id)
d.
Analisis Pemakalah
Dari hadist dan ayat Al-qur’an diatas telah dijelaskan bahwa
tidak boleh jual beli dengan tukar
menakar bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satunya masih basah dan yang
lain sudah kering. Misalnya menakar ruthab (kurma basah) dengan kurma kering
atau menakar anggur dengan kismis atau menakar daging basah dengan dendeng
(daging kering).
Jadi jual beli ini tidak boleh dilakukan karena adanya
ketidakjelasan pada barang (karena masih berada di pohon) dan juga adanya
bahaya yang akan mengancam salah satu pihak dengan kerugian. Seterusnya juga
akan terdapat unsur riba karena kurma yang masih berada di pohon
belum jelas kadarnya, serta baik dan buruknya. Maka dari itu tidak dibolehkan jual beli muzabanah.
3. Jual Beli
Mulamasah
e. Hadist dan terjemahan
Hadits Bukhari 2001
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ
عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نُهِيَ عَنْ
لِبْسَتَيْنِ أَنْ يَحْتَبِيَ الرَّجُلُ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ ثُمَّ
يَرْفَعَهُ عَلَى مَنْكِبِهِ وَعَنْ بَيْعَتَيْنِ اللِّمَاس وَالنِّبَاذ
“Kami
dilarang dari libsatain yaitu seseorang berselimut dengan orang lain dalam satu
kain lalu mengangkat kain tersebut sampai pundaknya & juga melarang
mulamasah & munabadzah.” (HR. Bukhari No.2001).
c. Penjelasan hadist
Mulamasah
secara bahasa adalah sighah (bentuk) مُفَاعَلَة
dari kata لَمَسَ yang berarti
menyentuh sesuatu dengan tangan. Sedangkan pengertian mulamasah secara syar’i,
yaitu seorang pedagang berkata, “Kain mana saja yang engkau sentuh, maka kain
tersebut menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara
sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya
diwaktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh kain tersebut telah
membelinya. Jual beli yang seperti ini haram hukumnya karena mengandung tipuan
dan kemungkinan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
Imam
Muslim meriwayatkan dalam Shahiih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “(Jual beli mulamasah), yaitu masing-masing dari dua orang menyentuh
pakaian milik temannya tanpa ia perhatikan dengan seksama.”Jual beli ini tidak
layak dengan dua sebab.
1) Adanya jahalah (ketidakjelasan barang).
2)
Masih
tergantung dengan syarat.
Syaratnya ialah seorang pedagang berkata, “Aku jual
pakaian yang engkau sentuh dari pakaian-pakaian ini.
Masuk
dalam larangan ini semua barang, maka tidak boleh membeli sesuatu dengan cara
mulamasah karena adanya dua sebab yang sudah disebutkan tadi, baik barang
tersebut berupa pakaian atau yang lainnya. (www.repository.ac.id)
c.
Analisis pemakalah
Dari penjelasan hadist diatas dapat disimpulkan bahwa jual
beli mulamasah dilarang oleh Allah SWT, karena jual beli mulamasah itu adanya
jahalah (ketidakjelasan barang) dan masih tergantung dengan syarat. Misalnya seseorang
menyentuh sehelai kain dengan tangannya diwaktu malam atau siang hari, maka
orang yang menyentuh kain tersebut telah membelinya. Jual beli yang seperti ini
haram hukumnya karena mengandung tipuan dan kemungkinan menimbulkan kerugian
pada salah satu pihak.
4.
Jual Beli Munabazah
a.
Hadist dan terjemahan
Kata al-Munabadzah secara bahasa diambil dari kata اَلنَّبْذُ yang berarti melempar, jadi kata مُنَابَذَة adalah shighah مُفَاعَلَة dari النَّبْذُ.
و عن ابى سعيد قال : نهى رسول الله ص م عن الملامسة
والمنابداة فى البيع و الملامسة لمس الرجل ثوب الاخر بيده باليل او بالنهار ولا
يقلبه و المنابدة ان ينبد الرجل الى الرجل بثوبه وينبد الاخر بثوبه ويكون دلك
بيعهما من غير فظر ولا تراض
“Rasulullah melarang jual beli barang secara mulamasah dan
munabazah. Mulamasah, pembeli hanya memegang kain (baik di siang maupun di
malam hari) tanpa dibolak-balik terlebih dahulu. Munabazah, penjual melemparkan
kain kepada pembeli, dan kemudian kembali dilempar kepada penjual. Penjualnya
hanya didasarkan atas saling percaya”. (HR. Al-Bukhary, Muslim; Al-Muntqa II:
319).
b.
Penjelasan hadist
Hadits tersebut
menunjukkan bahwa cara penjualan muhaqalah, mukhalash, munabazah, mulamasah dan
mubazanah dilarang. Penjualan gharar (yang mengandung unsur tipuan), seperti
menjual ikan yang masih dalam kolam, menjual burung yang masih berada di
angkasa. Hal ini disepakati masuk kedalam bagian menjual barang yang belum ada,
menjual sesuatu yang belum diketahui, menjual budak yang belum dilihat dan
setiap penjualan yang mungkin dapat
menipu pembeli.
Jual beli
munabazah suatu bentuk transaksi yang masing-masing pihak melemparkan apa yang
ada padanya ke pihak lain tanpa mengetahui kualitas dan kuantitas dari objek
yang dijadikan sasaran jual-beli itu. Bentuk jual beli ini haram. Alasan
haramnya jual beli ini adalah ketidak jelasan objek yang diperjual-belikan yang
akan membawa kepada ketidakrelaan yang menjadi salah satu syarat jual beli.
Dengan demikian hukumnya tidak sah. Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah Al-Maqdisi
rahimahullah memberi definisi jual beli Munabadzah yaitu
masing-masing pihak melempar (menawarkan) pakaiannya kepada temannya dan
masing-masing mereka tidak melihat pakaian temannya.
Jual beli ini tidak sah disebabkan dua ‘illat
(alasan), yaitu:
a) Adanya ketidakjelasan barang.
b) Barang yang dijual masih tergantung pada syarat, yaitu
apabila kain tersebut dilemparkan kepadanya. (journal.islamiconomic.or.id)
c.
Analisis pemakalah
Dari hadis diatas dapat di simpulkan bahwa jual beli
munabadzah dilarang oleh Allah SWT, karena dalam jual beli ini ketidakjelasan
objek yang diperjual-belikan yang akan membawa kepada ketidakrelaan yang
menjadi salah satu syarat jual beli. Padahal dalam jual beli ini harus ada
kerelaan antara pembeli dan penjual. jual beli Munabadzah yaitu
masing-masing pihak melempar (menawarkan) pakaiannya kepada temannya dan
masing-masing mereka tidak melihat pakaian temannya. Jual beli
ini dilarang oleh syari’at, karena gambaran jual beli seperti ini akan
mengundang perselisihan dan permusuhan antara kedua belah pihak.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan.
Al najasy menurut bahasa artinya al-istitar (
menyembunyikan), al-khadi’ah (penipuan), al-ziyadah (penambatan).
Sedangkan menurut istilah adalah menaikkan harga komoniti yang dilakukan oleh
orang yang tidak ingin membeli barang yang diperjualbelikan tersebut.
Jual beli urbun adalah akad jual beli dengan uang panjar yang
bertujuan agar orang lain yang menginginkan barang itu tidak berniat membelinya
karena sudah dipanjar oleh si pembeli pertama jika akad gagal maka uang panjar
tidak dikembalikan.
jual beli muhaqalah dilarang oleh
Allah SWT, karena jual beli tersebut adanya
ketidak jelasan kadar pada barang yang dijual belikan dan juga terdapat
unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya kesamaan antara dua
barang yang dijual belikan dan tidak
boleh jual beli dengan tukar menakar
bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satunya masih basah dan yang lain sudah
kering atau dsebut juga denganMubazanah. jual beli mulamasah dilarang oleh
Allah SWT, karena jual beli mulamasah itu adanya jahalah (ketidakjelasan
barang) dan masih tergantung dengan syarat. jual beli munabadzah dilarang oleh
Allah SWT, karena dalam jual beli ini ketidakjelasan objek yang
diperjual-belikan yang akan membawa kepada ketidakrelaan yang menjadi salah
satu syarat jual beli
B.
Saran
Makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari
itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan
bermanfaatbagi pembaca. Semoga lebih baik kedepannya.