Jumat, 08 Februari 2019

Pola Manajemen Bank Syariah


Description: FB_IMG_1472782460288
MAKALAH
Tentang
Pola Manajemen Bank Syariah
Oleh:
DELLA NOFRITA: 1630401039
LEGA AIDIL PUTRI: 1630401096
NOFIA REZA: 1630401121
NURUL HIKMAH: 1630401128

Dosen Pembimbing:
ELMILIYANI WAHYUNI S, ME. Sy

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISINIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Dalam kehidupan yang semakin lama semakin ketat kompetensi dalam bidang pekerjaan ini, kita dituntut untuk dapat mengatur segala sesuatu dengan sistematis, dalam menjalankan suatu proses kerja seseorang harus mempunyai pengetahuan tentang manajemen dari pekerjaannya tersebut.
            Tujuan dari manajemen sendiri adalah efisien dan efektif. Efektif bearti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efesien bearti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Oleh karena itu disini kami akan membahasa tentang pola manajemen bank syariah dan hal-hal yang terkait dengan manajemen bank syariah.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Pengertian Manajemen Dalam Islam?
2.      Bagaimana Paradigma Manajemen Syariah?
3.      Bagaimana Dasar-Dasar Manajemen Islami?
4.      Bagaimana Prinsip Manajemen Dalam Syariah Islam?
C.    Tujuan
1.      Menjelaskan Bagaimana Pengertian Manajemen Dalam Islam?
2.      Menjelaskan Bagaimana Paradigma Manajemen Syariah?
3.      Menjelaskan Bagaimana Dasar-Dasar Manajemen Islami?
4.      Menjelaskan Bagaimana Prinsip Manajemen Dalam Syariah Islam?





BAB II
PEMBAHASAN

A.    Manajemen Dalam Islam
Manajemen adalah proses terus menerus yang dilakukan organisasi melalui fungsionalisasi unsur-unsur manajemen, yang didalamnya terdapat upaya saling mempengaruhi, saling mengarahkan, dan saling mengawasi sehingga seluruh aktivitas dan kinerja organisasi dapat tercapai sesuai dengan tujuan.
Manajemen membahas hubungan antara individu yang saling mempengaruhi dan saling berharap mencapai keberhasilan dengan sebaik-baiknya. [1]
 Sedangkan manajemen dalam islam adalah, manajemen dalam bahasa Arab disebut dengan idarah. Idarah diambil dari perkataan adartasy-syai’a atau ‘adarta bihi juga dapat didasarkan pada kata ad-dauran. Pengamat bahasa menilai pengambilan kata yang kedua- yaitu: ‘adarta bihi- itu lebih tepat. Oleh karena itu, dalam Elias’ Modern Dictionary English Arabic kata management (Inggris), sepadan dengan kata tadbir, idarah, siyasa dan qiyadah dalam bahasa Arab. Dalam Al-Quran dari terma-terma tersebut, hanya ditemui terma tadbir dalam berbagai derivasinya. Tadbir adalah bentuk madsar dari kata kerja dabbara, yuddabiru, tadbiran. Tadbir bearti penertiban, pengaturan, pengurusan, perencanaan dan persiapan.
Secara istilah, sebagian pengamat mengartikannya sebagai alat untuk merealisasikan tujuan umum. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa idarah (manajemen) adalah suatu aktivitas khusus menyangkut kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal, perencanaan dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan unsure-unsur pokok dalam suatu proyek. Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang ditargetkan dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efesien.
Secara implicit dapat diketahui, bahwa hakekat manajemen yang terkandung didalam Al-Quran adalah merenungkan dan memandang ke depan suatu urusan (persoalan), agar persoalan itu terpuji dan baik akibatnya. Untuk menuju hakekat tersebut, diperlukan adanya pengaturan dengan cara yang bijaksana.
Hakekat yang terkandung di daalam Al-Quran erat kaitannya dengan pencapaian tujuan, pengambilan keputusan dan pelaksanaan manajerial itu sendiri. Karena pada dasarnya terbangunnya konsep manajemen disandarkan kepada ketiga dasar pemikiran tersebut (pencapaian tujuan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan manajemen).

B.     Paradigma Manajemen Syariah
Perubahan lingkungan yang akan datang terjadi mendesak manajemen untuk membuka diri pada dampak perubahan lingkungan eksternal dan transformasi visi, misi, dan strategi, serta adaptasi kultur, struktur dan sistem. Perubahan ini membawa keterbukaan manajemen secara keseluruhan untuk menggapainya. Oleh karena itu harus ada perubahan konsep, yaitu konsep yang dulu mengandalkan pada supper stars menuju pada konsep supper teams, sehingga harus berani membongkar dan meninggalkan pikiran yang usang masa lampau menuju pada kapasitas dan kredibilitas kepemimpinan dan manajemen organisasi, sehinggamampu melakukan gugatan berupa keberanian moral untuk merubah mentalitas “pedagang” menuju entrepreneur yang profesional. Hal ini saja belum cukup namun perlu didasarkan pada hubungan yang humanis, bahkan sampai pada kepada pendekatan theologis-etis. Pendekatan ini penting karena pendekatan ini mampu berperan sebagai akselerator bagi terciptanya pola interaksi manajer dengan pekerja yang humanis, dimana kerja akan dirasakan baik oleh manajer maupun pekerja, sebagai wahana humanisasi diri dan realisasi kediriannya.
Pendekatan atau kerangka manajemen theologis-etis mengarah pada keterlibatan dimensi spiritualdalam perilaku manajemen. Spritualitas membawa kepada wujud semesta dan ilahi. Kenyataan yang tidak sepenuhnya dapat dipahami akhirnya akan membawa kepada pengalaman yang penghayatannya atas yang transenden. Transenden itu sudah menjadi kebutuhan baru, yakni self transendence. Dalam hirarki kebutuhan sebagaimana yang diteorikan Abraham Maslow, maka selft-transendence dapat diletakkan di atas jenjang kebutuhan tertinggi, yaitu selft-actualization.
Kegiatan yang relevan adalah amal dan ibadah. Sehingga kunci dari keberhasilan dalam hidup ini adalah iman dan ketaatan. Iman dan ketaqwaan memnuahkan makna hidup dan keselamatan bagi manusia dan kemuliaan bagi Allah dan ciptaaNya.
Oleh karena itu pendekatan theologis-etis tidak hanya bersifat himbauan semata bagi kesadaran untuk mengubah manajemen yang selama ini cenderung menjadikan manajer dan pekerja sebagai “sekerup-sekerup” proses produksi. Jika mau memulainya dari transformasi radikal terhadap struktur manajemen dalam lingkungan keseluruhan, baik perusahaan maupun negara.
Manajemen islam dibangun atas tiga ranah, yaitu: manajemen, etika dan spritualitas. Ketiga ranah ini membentuk hubungan yang tidak terpisahkan. Ketiga ranah berjalan membangun kekuatan dalam menjalankan amanah., maka amanah merupakan metafora yang akan dibentuk. Dengan demikian, jika metafora amanah yang akan dan telah dibentuk, maka didalamnya akan ditemukan tiga hal penting, yaitu: pihak pemberi amanah, pihak penerima amanah dan amanah itu sendiri.
Secara umum, dalam manajemen islami keberadaannya harus mengkaitkan antara material dan spritual atau antara iman dan material. Dengan demikian, untuk mengukur keberhasilan dalam menjalankan manajemen dapat diukur dengan parameter: iman dan materi. Parameter ini diharapkan dapat mengidentifikasi sejauh mana tingkat iman seseorang dengan etos kerjanya.
Implikasi penerapan paradigma manajemen islami akan menciptakan peradaban (manajemen) bisnis dengan wawasan humanis, emansipatoris, trandendental dan teologikal.  [2]

C.    Dasar-dasar Manajemen Islami
Hakikat manajemen yang terkandung dalam alquran yakni merenungkan atau memandang kedepan suatu urusan (persoalan), agar perkara itu terpuji dan baik akibatnya, maka hal ini, menderivasikan adanya prinsip-prinsip manajemen yang meliputi: pertama, keadilan. Kedua, amanah dan pertanggungjawaban. Ketiga, komunikatif.
Hal ini dijelaskan dalam QS. As-Shad ayat 29 yang berbunyi:
ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿr㍭/£uÏj9 ¾ÏmÏG»tƒ#uä t©.xtFuŠÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ  
Artinya: “ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran”.

Ayat ini menjelaskan bebepa hal diantaranya:
1.      Keadilan
Kata kunci yang digunakan dalam Al-Qur’an dalam menjelaskan konsep keadilan adalah ,adl dan qist. ,adl mengandung pengertian sawiyyat, dan juga mengandung makna pemerataan dan kesamaan. Penyamarataan dan kesamaan ini berlawanan dengan kata Zulm dan jaur (kejahatan dan penindasan). Qist mengandung makna distribusi, angsuran, jarak yang merata. Taqassata salah satu kata derivasinya juga bermakna distribusi yang merata bagi masyarakat, dan qistas, kata turunan lainnya, berarti keseimbangan berat. Sehingga kedua kata didalam Al-Quran yang digunakan untuk menyatakan keadilan yakni ‘adl dan qist mengandung makna distribusi yang merata, termasuk distribusi materi. [3]
Keadilan yang terkandung didalam Al-Quran, juga bermakna menempatkan sesuatu pada proporsinya, seperti yang diungkapkan pada ayat berikut.

Q.S An-Najm ayat 39

br&ur }§øŠ©9 Ç`»|¡SM~Ï9 žwÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ  
Artinya: “dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”

2.      Amanah dan Pertanggungjawaban
Prinsip tersebut bermakna  bahwa setiap pribadi yang mempunyai kedudukan fungsional dalam interaksi antar manusia dituntut agar melaksanakan kewajibannya dalam sebaik-baiknya. Apabila ada kelalaian terhadap kewajiban tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi dirinya sendiri. Persoalan lebih lanjut berkenaan dengan kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab dan sumber tanggung jawab tersebut. Persoalan ini terkait dengan amanat yang telah dikemukakan, yaitu amanat dari Tuhan berupa tugas-tugas berupa kewajiban yang dibebankan oleh agama, dan amanat daeri sesame manusia, baik amanat ysng bersifat individual maupun organisasional. Pada konteks inilah, si penerima amanat dituntut untuk professional, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW berikut:
“Jika amanat telah disia-siakan, tunggulah kehancuran”, lalu sahabat bertanya:”Ya Rasulullah, bagaimana menyia-nyiakannya?”Rasulullah SAW menjawab: ”jika urusan diserahkan orang yang orang bukan ahlinya”

Selanjutnya, amanat-amanat yang dibebankan tersebut , akan diminta pertanggungjawabannya, seperti hadist Rasulullah SAW berikut:
Setiap hamba itu adalah pengembala (pemelihara) atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas harta yang dikelolanya”

3.      Komunikatif
Sesungguhnya dalam setiap gerak manusia tidak dapat menghindari untuk berkomunikasi. Dalam manajemen, komunikasi menjadi faktor penting dalam melakukan transpormasi kebijakan atau keputusan dalam rangka pelaksanaan manajerial itu sendiri menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Begitu pentingnya komunikasi dalam manajemen, sehingga menuntut komunikasi terebut disampaikan dengan tepat. Ketepatan penyampaian komunikasi ini, selanjutnya disebut komunikatif. Berkaitan dengan komunikasi yang komunikatif ini, Al-Quran memberikan penjelasan dalam beberapa ayatnya dengan petunjuk lafadz qaawlan yang berbentuk kata kerja perintah (amr) seperti dalam kata kata qawlan sadida pada Q.S Al-Ahzab ayat 70 dan An-Nisaa’ ayat 9:
Al-Ahzab: 70
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qä9qè%ur Zwöqs% #YƒÏy ÇÐÉÈ  
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang benar”.

An-Nisaa’: 9
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ
(#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ   
Artinya: “dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.

Kata qawlan sadida yang pertama adalah perintah sesudah taqwa, qawlan sadida berarti ucapan yang jujur, tidak bohong. Yakni supaya kita tidak meninggalkan keturunan yang lemah, Al-Quran selalu menyuruh kita untuk selalu berkata benar dan anak-anak dilatih berkata jujur. karena kejujuran melahirkan kekuatan. Kebohongan mendatangkan kelemahan. Bias berkata benar mencerminkan keberanian dan bohong sering lahir, karena tidak percaya diri serta adanya ras ketakutan.[4]

D.    Prinsip-Prinsip Manajemen dalam Islam
Islam mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan amanah demi tercapainya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan, sosioekonomi, pemenuhan kebutuhan spiritual umat manusia. Umat manusia memiliki kedudukan yang sama disisi Allah sebagai khalifah dan sekaligus sebagai hambaNya tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan materil dan spiritual telah dipenuhi. Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan dan harta benda mereka.
Beberapa prinsip atau kaidah dan teknik manajemen yang ada relevansinya dengan Al-Quran dan Al-Hadits antara lain sebagai berikut:
1.      Prinsip Amar Ma’ruf nahi munkar
Setiap muslim wajib melakukan perbuatan yang ma’ruf, yaitu perbuatan yang baik dan terpuji seperti perbuatan tolong menolong (ta’awun), menegakkan keadilan diantara manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempertinggi efisiensi, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan munkar (keji), seperti korupsi, suap, permborosan dan sebagainya harus dijauhi dan bahkan harus diberantas.
      Menyeru kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah kemunkaran (nahi munkar) adalah wajib sebagai mana firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran ayat 104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôtƒ n<Î) ÎŽösƒø:$# tbrããBù'tƒur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztƒur Ç`tã ̍s3YßJø9$# 4
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd šcqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ  
Artinya: “ dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung”.

2.      Kewajiban menegakkan kebenaran
Ajaran Islam adalah metode ilahi untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kebatilan, dan untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera serta diridhoi Tuhan. Kebenaran (Haq) menurut ukuran dan norma Islam, antara lain tersirat dalam firman Allah Q.S Al-isra’ ayat 8 :
4Ó|¤tã ö/ä3š/u br& ö/ä3uHxqötƒ 4 ÷bÎ)ur öN?ãã $tRôãã ¢ $uZù=yèy_ur tL©èygy_ tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 #·ŽÅÁym ÇÑÈ  
Artinya: “Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan Sekiranya kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman”.

Manajemen sebagai suatu metode pengelolaan yang baik dan benar, untuk menghindari kesalaha, kekeliruan dan menegakkan kebenaran. Menegakkan kebenaran adalah metode Allah yang harus ditaati oleh manusia. Dengan demikian manajemen yang disusun oleh manusia  untuk menegakkan kebenaran itu menjadi wajib.

3.      Kewajiban menegakkan keadilan
Hukum syariah mewajibkan kita menegakkan keadilan, kapan dan dimanapun. Semua perbuatan harus dilakukan dengan adil. Adil dalam menimbang, adil dalam bertindak, dan adil dlam menghukum. aAdil itu harus dilakukan baik diwaktu senang maupun diwaktu susah. Setiap muslim harus adil kepada dirinya sendiri dan adil terhadap orang lain.

4.      Kewajiban menyampaikan amanah
Allah dan Rasul-Nya memerintahkan kepada setiap muslim untuk menunaikan amana. Kewajiban menunikan amanah dinyatakan oleh Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 58:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù'tƒ br& (#rŠxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sŒÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $­KÏèÏR /ä3ÝàÏètƒ ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿxœ #ZŽÅÁt/ ÇÎÑÈ   
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat”.

Ayat ini mengandung pengertian bahwa Allah memerintahkan agar selalu menunaikan amanat dalam segala bentuknya baik amanat perorangan, seperti dalam jual beli maupun amanat perusahaan, amanat rakyat dan negara seperti yang dipikul oleh seorang pejabat pemerintah, ataupun amanat Allah dan umat, seperti yang dipikul oleh seorang pemimpin Islam. Mereka tanpa terkecuali memikul beban untuk memelihara dan menyampaikan amanat. Dengan demikian jelaslah bahwa hak dan kewajiban secara tegas diatur didalam hukum syariah.

E.     Tujuan Manajemen Syariah
Manajemen di dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa perbankan, di dorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapatkan keuntungan yang besar, manajemen haruslah di selenggarakan dengan efisien. Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer dimanapun mereka berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan public, maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hiduo yang dianut oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.
Tujuan dari manajemen syariah adalah:
1.      Memberikan pondasi untuk membangun integritas mpral yang kokoh
2.      Pengembangan etos kerja yang berorientasi pada kemajuandan keunggulan kinerja.

F.      Fungsi Manajemen Syariah
1.      Perencanaan (Planning)
Perencanaan atau planning adalah keseluruhan proses dan penentuan secara matang tentang hal-halmyang akan dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan.
2.      Pengorgabisasian (organizing)
Wujud dari pelaksanaan organizing ini adalah tampaknya kesatuan yang utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisme yang sehat, sehingga kegiatan lancer, stabil dan mudah mencapai tujuan yang ditetapkan.
3.      Pemggerakan (actuating)
Fungsi actuating merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi yang tidak dapat dipisahkan Al-Quran dalam hal ini telah memberikan pedoman dasar terhadap proses pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan dalam bentuk actuating ini. Allah berfirman dalam Q.S Al-Kahfi ayat 2

4.      Evaluasi (controlling)
Controlling itu penting sebab merupakan jembatan terakhir dlam rantai fungsional kegiatan-kegiatan manajemen. Pengendalian merupakan salah stu cara para manajer untuk mengetahui apakah tujuan organisasi itu tercapai atau tidak tercapai.





















BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
B.     SARAN

























DAFTAR PUSTAKA








[1] Kadar Nurzaman. Manajemen Personalia. (Bandung: CV PUSTAKA SETIA. 2014). hal. 17
[2] Muhammad. Manajemen  Bank Syariah. (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMPYKPN. 2005). hal. 178-179.
[3] Muhammad.  Manajemen Bank  Syariah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) ANP YKPN. 2005),. hal. 181. 
[4]  Muhammad,. Manajemen Bank  Syariah.  (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) ANP YKPN. 2005). hal. 181. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar