MAKALAH
Tentang
Pola Manajemen Bank Syariah
Oleh:
DELLA NOFRITA: 1630401039
LEGA AIDIL PUTRI: 1630401096
NOFIA REZA: 1630401121
NURUL HIKMAH: 1630401128
Dosen Pembimbing:
ELMILIYANI WAHYUNI S, ME. Sy
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISINIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2018
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan yang semakin lama semakin ketat kompetensi dalam
bidang pekerjaan ini, kita dituntut untuk dapat mengatur segala sesuatu dengan
sistematis, dalam menjalankan suatu proses kerja seseorang harus mempunyai
pengetahuan tentang manajemen dari pekerjaannya tersebut.
Tujuan dari
manajemen sendiri adalah efisien dan efektif. Efektif bearti bahwa tujuan dapat
dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efesien bearti bahwa tugas yang
ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Oleh
karena itu disini kami akan membahasa tentang pola manajemen bank syariah dan
hal-hal yang terkait dengan manajemen bank syariah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Pengertian Manajemen Dalam Islam?
2.
Bagaimana Paradigma Manajemen Syariah?
3.
Bagaimana Dasar-Dasar Manajemen Islami?
4.
Bagaimana Prinsip Manajemen Dalam Syariah Islam?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan Bagaimana Pengertian Manajemen Dalam Islam?
2.
Menjelaskan Bagaimana Paradigma Manajemen Syariah?
3.
Menjelaskan Bagaimana Dasar-Dasar Manajemen Islami?
4.
Menjelaskan Bagaimana Prinsip Manajemen Dalam Syariah Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Manajemen Dalam Islam
Manajemen
adalah proses terus menerus yang dilakukan organisasi melalui fungsionalisasi
unsur-unsur manajemen, yang didalamnya terdapat upaya saling mempengaruhi,
saling mengarahkan, dan saling mengawasi sehingga seluruh aktivitas dan kinerja
organisasi dapat tercapai sesuai dengan tujuan.
Manajemen
membahas hubungan antara individu yang saling mempengaruhi dan saling berharap
mencapai keberhasilan dengan sebaik-baiknya. [1]
Sedangkan manajemen dalam islam adalah,
manajemen dalam bahasa Arab disebut dengan idarah. Idarah diambil dari
perkataan adartasy-syai’a atau ‘adarta bihi juga dapat didasarkan
pada kata ad-dauran. Pengamat bahasa menilai pengambilan kata yang
kedua- yaitu: ‘adarta bihi- itu lebih tepat. Oleh karena itu, dalam
Elias’ Modern Dictionary English Arabic kata management (Inggris),
sepadan dengan kata tadbir, idarah, siyasa dan qiyadah dalam
bahasa Arab. Dalam Al-Quran dari terma-terma tersebut, hanya ditemui terma tadbir
dalam berbagai derivasinya. Tadbir adalah bentuk madsar dari
kata kerja dabbara, yuddabiru, tadbiran. Tadbir bearti penertiban,
pengaturan, pengurusan, perencanaan dan persiapan.
Secara istilah,
sebagian pengamat mengartikannya sebagai alat untuk merealisasikan tujuan umum.
Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa idarah (manajemen) adalah suatu
aktivitas khusus menyangkut kepemimpinan, pengarahan, pengembangan personal,
perencanaan dan pengawasan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang berkenaan dengan
unsure-unsur pokok dalam suatu proyek. Tujuannya adalah agar hasil-hasil yang
ditargetkan dapat tercapai dengan cara yang efektif dan efesien.
Secara implicit
dapat diketahui, bahwa hakekat manajemen yang terkandung didalam Al-Quran
adalah merenungkan dan memandang ke depan suatu urusan (persoalan), agar
persoalan itu terpuji dan baik akibatnya. Untuk menuju hakekat tersebut,
diperlukan adanya pengaturan dengan cara yang bijaksana.
Hakekat yang
terkandung di daalam Al-Quran erat kaitannya dengan pencapaian tujuan,
pengambilan keputusan dan pelaksanaan manajerial itu sendiri. Karena pada
dasarnya terbangunnya konsep manajemen disandarkan kepada ketiga dasar
pemikiran tersebut (pencapaian tujuan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan
manajemen).
B.
Paradigma Manajemen Syariah
Perubahan lingkungan yang akan datang terjadi mendesak manajemen
untuk membuka diri pada dampak perubahan lingkungan eksternal dan transformasi
visi, misi, dan strategi, serta adaptasi kultur, struktur dan sistem. Perubahan
ini membawa keterbukaan manajemen secara keseluruhan untuk menggapainya. Oleh
karena itu harus ada perubahan konsep, yaitu konsep yang dulu mengandalkan pada
supper stars menuju pada konsep supper teams, sehingga harus berani
membongkar dan meninggalkan pikiran yang usang masa lampau menuju pada
kapasitas dan kredibilitas kepemimpinan dan manajemen organisasi, sehinggamampu
melakukan gugatan berupa keberanian moral untuk merubah mentalitas “pedagang”
menuju entrepreneur yang profesional. Hal ini saja belum cukup namun perlu
didasarkan pada hubungan yang humanis, bahkan sampai pada kepada pendekatan theologis-etis. Pendekatan ini penting
karena pendekatan ini mampu berperan sebagai akselerator bagi terciptanya pola interaksi manajer dengan pekerja
yang humanis, dimana kerja akan dirasakan baik oleh manajer maupun pekerja,
sebagai wahana humanisasi diri dan realisasi kediriannya.
Pendekatan atau kerangka manajemen theologis-etis mengarah pada keterlibatan dimensi spiritualdalam
perilaku manajemen. Spritualitas membawa kepada wujud semesta dan ilahi.
Kenyataan yang tidak sepenuhnya dapat dipahami akhirnya akan membawa kepada
pengalaman yang penghayatannya atas yang transenden.
Transenden itu sudah menjadi kebutuhan baru, yakni self transendence. Dalam hirarki kebutuhan sebagaimana yang
diteorikan Abraham Maslow, maka selft-transendence
dapat diletakkan di atas jenjang kebutuhan tertinggi, yaitu selft-actualization.
Kegiatan yang relevan adalah amal dan ibadah. Sehingga kunci dari
keberhasilan dalam hidup ini adalah iman dan ketaatan. Iman dan ketaqwaan
memnuahkan makna hidup dan keselamatan bagi manusia dan kemuliaan bagi Allah
dan ciptaaNya.
Oleh karena itu pendekatan theologis-etis tidak hanya bersifat
himbauan semata bagi kesadaran untuk mengubah manajemen yang selama ini
cenderung menjadikan manajer dan pekerja sebagai “sekerup-sekerup” proses
produksi. Jika mau memulainya dari transformasi radikal terhadap struktur
manajemen dalam lingkungan keseluruhan, baik perusahaan maupun negara.
Manajemen islam dibangun atas tiga ranah, yaitu: manajemen, etika dan spritualitas. Ketiga ranah ini membentuk hubungan yang tidak
terpisahkan. Ketiga ranah berjalan
membangun kekuatan dalam menjalankan amanah., maka amanah merupakan metafora yang akan dibentuk. Dengan
demikian, jika metafora amanah yang
akan dan telah dibentuk, maka didalamnya akan ditemukan tiga hal penting,
yaitu: pihak pemberi amanah, pihak penerima amanah dan amanah itu sendiri.
Secara umum, dalam manajemen islami keberadaannya harus mengkaitkan
antara material dan spritual atau antara iman dan material. Dengan demikian, untuk
mengukur keberhasilan dalam menjalankan manajemen dapat diukur dengan
parameter: iman dan materi. Parameter ini diharapkan dapat
mengidentifikasi sejauh mana tingkat iman seseorang dengan etos kerjanya.
Implikasi penerapan paradigma manajemen islami akan menciptakan
peradaban (manajemen) bisnis dengan wawasan humanis,
emansipatoris, trandendental dan teologikal. [2]
C.
Dasar-dasar Manajemen Islami
Hakikat
manajemen yang terkandung dalam alquran yakni merenungkan atau memandang
kedepan suatu urusan (persoalan), agar perkara itu terpuji dan baik akibatnya,
maka hal ini, menderivasikan adanya prinsip-prinsip manajemen yang meliputi: pertama, keadilan. Kedua, amanah dan pertanggungjawaban. Ketiga, komunikatif.
Hal ini
dijelaskan dalam QS. As-Shad ayat 29 yang berbunyi:
ë=»tGÏ. çm»oYø9tRr& y7øs9Î) Ô8t»t6ãB (#ÿrã/£uÏj9 ¾ÏmÏG»t#uä t©.xtFuÏ9ur (#qä9'ré& É=»t6ø9F{$# ÇËÒÈ
Artinya:
“ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya
mereka memperhatikan ayat-ayatNya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang
yang mempunyai fikiran”.
Ayat ini
menjelaskan bebepa hal diantaranya:
1.
Keadilan
Kata kunci yang digunakan dalam Al-Qur’an dalam menjelaskan konsep
keadilan adalah ,adl dan qist. ,adl mengandung pengertian sawiyyat, dan juga
mengandung makna pemerataan dan kesamaan. Penyamarataan dan kesamaan ini
berlawanan dengan kata Zulm dan jaur (kejahatan dan penindasan). Qist
mengandung makna distribusi, angsuran, jarak yang merata. Taqassata salah satu
kata derivasinya juga bermakna distribusi yang merata bagi masyarakat, dan
qistas, kata turunan lainnya, berarti keseimbangan berat. Sehingga kedua kata
didalam Al-Quran yang digunakan untuk menyatakan keadilan yakni ‘adl dan qist
mengandung makna distribusi yang merata, termasuk distribusi materi. [3]
Keadilan yang terkandung didalam Al-Quran, juga bermakna
menempatkan sesuatu pada proporsinya, seperti yang diungkapkan pada ayat
berikut.
Q.S An-Najm ayat 39
br&ur }§ø©9 Ç`»|¡SM~Ï9 wÎ) $tB 4Ótëy ÇÌÒÈ
Artinya: “dan
bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya”
2.
Amanah dan Pertanggungjawaban
Prinsip tersebut bermakna
bahwa setiap pribadi yang mempunyai kedudukan fungsional dalam interaksi
antar manusia dituntut agar melaksanakan kewajibannya dalam sebaik-baiknya.
Apabila ada kelalaian terhadap kewajiban tersebut akan mengakibatkan kerugian
bagi dirinya sendiri. Persoalan lebih lanjut berkenaan dengan
kewajiban-kewajiban yang menjadi tanggung jawab dan sumber tanggung jawab
tersebut. Persoalan ini terkait dengan amanat yang telah dikemukakan, yaitu
amanat dari Tuhan berupa tugas-tugas berupa kewajiban yang dibebankan oleh agama,
dan amanat daeri sesame manusia, baik amanat ysng bersifat individual maupun
organisasional. Pada konteks inilah, si penerima amanat dituntut untuk
professional, sesuai dengan hadist Rasulullah SAW berikut:
“Jika amanat telah disia-siakan, tunggulah kehancuran”, lalu
sahabat bertanya:”Ya Rasulullah, bagaimana menyia-nyiakannya?”Rasulullah SAW
menjawab: ”jika urusan diserahkan orang yang orang bukan ahlinya”
Selanjutnya, amanat-amanat yang dibebankan tersebut , akan diminta
pertanggungjawabannya, seperti hadist Rasulullah SAW berikut:
“Setiap hamba itu adalah
pengembala (pemelihara) atas harta tuannya, dan dia bertanggung jawab atas
harta yang dikelolanya”
3.
Komunikatif
Sesungguhnya dalam setiap gerak manusia tidak dapat menghindari
untuk berkomunikasi. Dalam manajemen, komunikasi menjadi faktor penting dalam
melakukan transpormasi kebijakan atau keputusan dalam rangka pelaksanaan
manajerial itu sendiri menuju tercapainya tujuan yang diharapkan. Begitu
pentingnya komunikasi dalam manajemen, sehingga menuntut komunikasi terebut
disampaikan dengan tepat. Ketepatan penyampaian komunikasi ini, selanjutnya
disebut komunikatif. Berkaitan dengan komunikasi yang komunikatif ini, Al-Quran
memberikan penjelasan dalam beberapa ayatnya dengan petunjuk lafadz qaawlan yang
berbentuk kata kerja perintah (amr) seperti dalam kata kata qawlan sadida pada
Q.S Al-Ahzab ayat 70 dan An-Nisaa’ ayat 9:
Al-Ahzab: 70
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# (#qä9qè%ur Zwöqs% #YÏy ÇÐÉÈ
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah
Perkataan yang benar”.
An-Nisaa’:
9
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ
(#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
Artinya:
“dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah
dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.
Kata qawlan sadida yang pertama adalah perintah sesudah taqwa,
qawlan sadida berarti ucapan yang jujur, tidak bohong. Yakni supaya kita tidak
meninggalkan keturunan yang lemah, Al-Quran selalu menyuruh kita untuk selalu
berkata benar dan anak-anak dilatih berkata jujur. karena kejujuran melahirkan
kekuatan. Kebohongan mendatangkan kelemahan. Bias berkata benar mencerminkan
keberanian dan bohong sering lahir, karena tidak percaya diri serta adanya ras
ketakutan.[4]
D.
Prinsip-Prinsip Manajemen dalam Islam
Islam
mewajibkan para penguasa dan para pengusaha untuk berbuat adil, jujur dan
amanah demi tercapainya kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatan thayyibah) yang sangat
menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan,
sosioekonomi, pemenuhan kebutuhan spiritual umat manusia. Umat manusia memiliki
kedudukan yang sama disisi Allah sebagai khalifah
dan sekaligus sebagai hambaNya tidak akan dapat merasakan kebahagiaan dan
ketenangan batin kecuali bila kebutuhan-kebutuhan materil dan spiritual telah
dipenuhi. Tujuan utama syariat adalah memelihara kesejahteraan manusia yang
mencakup perlindungan keimanan, kehidupan, akal, keturunan dan harta benda
mereka.
Beberapa
prinsip atau kaidah dan teknik manajemen yang ada relevansinya dengan Al-Quran
dan Al-Hadits antara lain sebagai berikut:
1.
Prinsip Amar Ma’ruf nahi munkar
Setiap muslim wajib melakukan perbuatan yang ma’ruf, yaitu
perbuatan yang baik dan terpuji seperti perbuatan tolong menolong (ta’awun),
menegakkan keadilan diantara manusia, meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
mempertinggi efisiensi, dan lain-lain. Sedangkan perbuatan munkar (keji),
seperti korupsi, suap, permborosan dan sebagainya harus dijauhi dan bahkan
harus diberantas.
Menyeru kepada kebaikan (amar ma’ruf) dan
mencegah kemunkaran (nahi munkar) adalah wajib sebagai mana firman Allah SWT
dalam Q.S Ali Imran ayat 104:
`ä3tFø9ur öNä3YÏiB ×p¨Bé& tbqããôt n<Î) Îösø:$# tbrããBù'tur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ tböqyg÷Ztur Ç`tã Ìs3YßJø9$# 4
y7Í´¯»s9'ré&ur ãNèd cqßsÎ=øÿßJø9$# ÇÊÉÍÈ
Artinya:
“ dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada
kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah
orang-orang yang beruntung”.
2.
Kewajiban menegakkan kebenaran
Ajaran Islam adalah metode ilahi untuk menegakkan kebenaran dan
menghapuskan kebatilan, dan untuk menciptakan masyarakat yang adil, sejahtera
serta diridhoi Tuhan. Kebenaran (Haq) menurut ukuran dan norma Islam, antara
lain tersirat dalam firman Allah Q.S Al-isra’ ayat 8 :
4Ó|¤tã ö/ä3/u br& ö/ä3uHxqöt 4 ÷bÎ)ur öN?ãã $tRôãã ¢ $uZù=yèy_ur tL©èygy_ tûïÌÏÿ»s3ù=Ï9 #·ÅÁym ÇÑÈ
Artinya:
“Mudah-mudahan Tuhanmu akan melimpahkan rahmat(Nya) kepadamu; dan Sekiranya
kamu kembali kepada (kedurhakaan) niscaya Kami kembali (mengazabmu) dan Kami
jadikan neraka Jahannam penjara bagi orang-orang yang tidak beriman”.
Manajemen sebagai suatu metode pengelolaan yang baik dan benar,
untuk menghindari kesalaha, kekeliruan dan menegakkan kebenaran. Menegakkan
kebenaran adalah metode Allah yang harus ditaati oleh manusia. Dengan demikian
manajemen yang disusun oleh manusia
untuk menegakkan kebenaran itu menjadi wajib.
3.
Kewajiban menegakkan keadilan
Hukum syariah mewajibkan kita menegakkan keadilan, kapan dan
dimanapun. Semua perbuatan harus dilakukan dengan adil. Adil dalam menimbang,
adil dalam bertindak, dan adil dlam menghukum. aAdil itu harus dilakukan baik
diwaktu senang maupun diwaktu susah. Setiap muslim harus adil kepada dirinya
sendiri dan adil terhadap orang lain.
4.
Kewajiban menyampaikan amanah
Allah
dan Rasul-Nya memerintahkan kepada setiap muslim untuk menunaikan amana.
Kewajiban menunikan amanah dinyatakan oleh Allah dalam Q.S An-Nisa ayat 58:
* ¨bÎ) ©!$# öNä.ããBù't br& (#rxsè? ÏM»uZ»tBF{$# #n<Î) $ygÎ=÷dr& #sÎ)ur OçFôJs3ym tû÷üt/ Ĩ$¨Z9$# br& (#qßJä3øtrB ÉAôyèø9$$Î/ 4 ¨bÎ) ©!$# $KÏèÏR /ä3ÝàÏèt ÿ¾ÏmÎ/ 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. $JèÏÿx #ZÅÁt/ ÇÎÑÈ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi
pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha
mendengar lagi Maha melihat”.
Ayat ini mengandung pengertian bahwa Allah memerintahkan agar
selalu menunaikan amanat dalam segala bentuknya baik amanat perorangan, seperti
dalam jual beli maupun amanat perusahaan, amanat rakyat dan negara seperti yang
dipikul oleh seorang pejabat pemerintah, ataupun amanat Allah dan umat, seperti
yang dipikul oleh seorang pemimpin Islam. Mereka tanpa terkecuali memikul beban
untuk memelihara dan menyampaikan amanat. Dengan demikian jelaslah bahwa hak
dan kewajiban secara tegas diatur didalam hukum syariah.
E.
Tujuan Manajemen Syariah
Manajemen di
dalam suatu badan usaha, baik industri, niaga dan jasa, tidak terkecuali jasa
perbankan, di dorong oleh motif mendapatkan keuntungan (profit). Untuk mendapatkan
keuntungan yang besar, manajemen haruslah di selenggarakan dengan efisien.
Sikap ini harus dimiliki oleh setiap pengusaha dan manajer dimanapun mereka
berada, baik dalam organisasi bisnis, pelayanan public, maupun organisasi
sosial kemasyarakatan. Perbedaannya hanyalah pada falsafah hiduo yang dianut
oleh masing-masing pendiri atau manajer badan usaha tersebut.
Tujuan dari
manajemen syariah adalah:
1.
Memberikan pondasi untuk membangun integritas mpral yang kokoh
2.
Pengembangan etos kerja yang berorientasi pada kemajuandan
keunggulan kinerja.
F.
Fungsi Manajemen Syariah
1.
Perencanaan (Planning)
Perencanaan atau planning adalah
keseluruhan proses dan penentuan secara matang tentang hal-halmyang akan
dikerjakan dimasa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditentukan.
2.
Pengorgabisasian (organizing)
Wujud dari pelaksanaan organizing ini adalah tampaknya kesatuan
yang utuh, kekompakan, kesetiakawanan dan terciptanya mekanisme yang sehat,
sehingga kegiatan lancer, stabil dan mudah mencapai tujuan yang ditetapkan.
3.
Pemggerakan (actuating)
Fungsi actuating
merupakan bagian dari proses kelompok atau organisasi yang tidak dapat
dipisahkan Al-Quran dalam hal ini telah memberikan pedoman dasar terhadap
proses pembimbingan, pengarahan ataupun memberikan peringatan dalam bentuk actuating ini. Allah berfirman dalam Q.S
Al-Kahfi ayat 2
4.
Evaluasi (controlling)
Controlling itu
penting sebab merupakan jembatan terakhir dlam rantai fungsional kegiatan-kegiatan
manajemen. Pengendalian merupakan salah stu cara para manajer untuk mengetahui
apakah tujuan organisasi itu tercapai atau tidak tercapai.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
B.
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
[2] Muhammad. Manajemen Bank
Syariah. (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) AMPYKPN. 2005).
hal. 178-179.
[3]
Muhammad. Manajemen Bank Syariah, (Yogyakarta: Unit Penerbit dan
Percetakan (UPP) ANP YKPN. 2005),. hal. 181.
[4] Muhammad,. Manajemen Bank Syariah.
(Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan (UPP) ANP YKPN. 2005). hal.
181.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar