Jumat, 08 Februari 2019

PENGERTIAN AKAD FIKIH MUAMALAH


A.   PENGERTIAN AKAD
Akad adalah suatu macam tasharruf  yang dilakukan manusia
  Menurut bahasa ‘Aqad mempunyai beberapa arti, antara lain:
1.                   Mengikat ( الربط ), yaitu
“Mengumpulkan dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda."
2.                    Sambungan ( عقدة), yaitu:
                                                                        الصوصل الذى يمسكهما ويوثقهما
"Sambungan yangmemegangkeduaujungitudanmengikatnya." [1]
3.                   Janji sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an
بلى مَن اَوفَى بِعَهدِهِ وَاتَّقَى فَاِنَّا الله يُحِبُّ المُتَّقِينَ      
“(bukan demikian), Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”
Istilah ‘ahdu dalam Al Qur’an mengacu kepada pernyataan sese­oranguntukmengerjakansesuatuatauuntuktidakmengerjakansesuatudantidakadasangkut-pautnyadengan orang lain.
Perkataan 'aqdu mengacu terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu bila seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain menyetujui janji tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, maka terjadilah perikatan dua buah janji ('ahdu) dari dua orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain disebutperikatan (‘Aqad).
Dari pengertian diatas dapat dipahami bahwa ‘Aqad  mempunyai mencakup tiga tahap, yaitu:perjanjian, persetujuanduabuahperjanjianataulebihdanperikatan
Menurut istilah (terminologi), yang dimaksud dengan akad adalah: Terikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara'' yang menetapkankeridhaankeduabelahpihak." [2]

  MenurutEtimologi
”Ikatan antara dua perkara, baik secara maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi”.Bisa juga ”Al-Aqd (sumbangan), ”Al-ahdi dan janji dan janjimenurut terminologi ulama fiqih, akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara umum dan khusus:[1]


a.    Pengertian Umum
Pengertian akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, yaitu: ”segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli, perwakilan dan gadai”.
b. Pengertian Khusus
Pengertian akad dalam arti khusus yang dikemukakan  ulama fiqih, antara lain:
  Perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya
  Pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.” contoh ijab adalah pernyataan seorang penjual, ”saya telah menjual barang ini kepadamu.” atau ”saya serahkan barang ini kepadamu.” contoh qabul, ”saya beli barangmu” atau ”saya terima barangmu”.
·         Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syariat Islam.
B.    ASAL USUL AKAD
Akad adalah bagian dari macam-macam tasharruf (perpindahan), yang dimaksud dengan tasharruf ialah Setiap yang keluar dari seseorang yang sudah mumayyiz dengan kehendak sendiri dan dengannya syara’ menetapkan beberapa konsekuensi, baik berupa ucapan maupun yang setingkat dengan ucapan berupa aksi atau isyarat. [3]
Tasharruf menurut fiqh, ialah :
 مَا يَصدُ رُ مِن شَخصٍ باِ رَا دَ تِهِ وَيُرَتِبُ عَلَيهِ الشَّرعُ نَتَا ئِجَ حُقُو قِيَّةً كُلُّ
“Segala yang dilakukan dari seseorang dengan iradatnya (kehendaknya) dan syara’ menetapkan kepada orang tersebut beberapa natijah hak” [4]
Tasharruf terbagi menjadi dua yaitu: [2]



1.    Tasharruf fi’li (perbuatan)
Yaitu usaha yang dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya, selain dari lidah, seperti memanfaatkan tanah yang tandus, menerima barang dalam jual beli, merusakan benda orang lain
2.    Tasharruf qauli (perkataan)
Yaitu tasharruf yang keluar dari lidah manusia.
 Tasharruf qauli terbagi dua
·         Tasharruf  qauli ’aqdi, yaitu sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan dari kedua belah pihak yang saling bertalian, seperti jual beli, sewa menyewa dan perkongsian
·         Tasharruf  qauli  bukan ’aqdi, terbagi menjadi dua: (a) merupakan pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seperti wakaf, thalak dan memerdekakan, (b) tidak menyatakan suatu kehendak, tetapi dia mewujudkan tuntutan-tuntutan hak, seperti gugatan, iqrar, sumpah untuk menolak gugatan (tak ada aqad, tapi perkataan semata)[5][3]

C.        RUKUN DAN SYARAT AKAD
rukun-rukun akad ialah sebagai berikut :
1.    'Aqid ialah orang yang berakal. terkadang masing-masing pihak terdiri dan satu orang, terkadkng terdiri dari beberapa orang,
2.    Ma'qud ‘alaih ialah benda-benda yang diakadkan
3.    Maudhu' al 'aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.
4.    Shighat al 'aqd ialah ijab dan qabul

Hal hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-'Aqd ialah:
1.    Shighat al-'aqd harus jelas pengertiannya. Kata-kata dalam ijab qabul harus jelas dan tidak memiliki banyak pengertian.
2.    Harus bersesuaian antara ijab dan qabul
3.    Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak yang bersangkutan, tidak terpaksa dan tidak karena diancam atau ditakut-takuti oleh orang lain karena harus saling ridha.
Menurut Abdul Ghofur Anshori yang dikutip dari Ahmad Azhar Basyir mengemukakan, bahwa sighat akad dapat dilakukan secara lisan, tulisan, atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang adanya ijab dan kabul. Adapun penjelasan beliau adalah sebagai berikut:[6]
1.    Sighat Akad secara Lisan.
Akad dipandang telah terjadi apabila ijab dan kabul dinyatakan secara lisan oleh pihak-pihak. Dengan catatan bahwa ucapan yang disampaikan mudah dipahami oleh para pihak atau orang yang dituju.
2.    Sighat Akad dengan Tulisan.
Ijab dipandang telah terjadi setelah pihak kedua menerima dan membaca surat dimaksud. Jika dalam ijab tersebut tidak disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul harus segera dilaku­kan dalam bentuk tulisan atau surat yang dikirim via pos. Bila disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul supaya dila­kukan sesuai dengan lama tenggang waktu tersebut.
3.    Sighat Akad dengan Isyarat
Dengan syarat orang tersebut tidak bisa berbicara dan tidak bisa menulis, akan tetapi jika ia bisa menulis dan ia melakukan akad dengan isyarat maka akadnya tidak sah.
4.    Sighat Akad dengan perbuatan.
Ini sering terjadi dalam dunia modern ini, yang terpenting ada­lah dalam akad itu jangan sampai terjadi semacam tipuan, kecohan, dan segala sesuatunya harus dapat diketahui dengan jelas.

 Syarat-syarat ‘Aqad
Setiap pembentuk ‘Aqad atau akad mempunyai syarat yang ditentukan syara' yang wajib disempurnakan, syarat syarat terjadinya akad ada dua macam.[7]
a.    Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat syarat yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.
b.    Syarat syarat yang bersifat khusus. yaitu syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan) yang harus ada di samping syarat-syaral yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad.
1.    Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak (ahli).
2.    Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.
3.    Akad itu diizinkan oleh syara', dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.
4.    Janganlah akad itu akad yang dilarang oleh syara', seperti jual beli mulasamah.
5.    Akad dapat memberikan faidah
6.    Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul, maka batallah ijabnya.
7.    Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka ijab tersebut menjadi batal.


D.    ILZAM DAN ILTIZAM
Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad. Ada juga yang menyatakan bahwa ilzam ialah ketidakmungkinan bagi yang melakukan akad untuk mencabut akadnya secara sepihak tanpa persetujuan pihak yang lain. Iltizam ialah keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa iltizam ialah:
    "Seseorang yang dibebani pekerjaan menurut syara 'untuk mengerjakan sesuatu atau          meninggalkan sesuatu untuk kemaslahatan orang lain."[8]
E.     MACAM-MACAM AKAD DAN BENTUK-BENTUK AKAD
1.    '‘Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad ialah pernyataan yang tidak disertai dengan syarat-svarat dan tidak pula ditentukan waktu pelaksanaan setelah adanya akad.
2.    'Aqod mu'alaq ialah akad yang di daiam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat yang telah ditentukan dalarr. akad, misalnya penentuan penyerahan barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3.    '‘Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang telah ditentukan.
Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan berikut.
1.    Dalam keadaan muwadha'ah (taljiah), yaitu kesepakatan dua orang secara rahasia untuk mengumumkan apa yang tidak sebenarnya.
2.    Hazl ialah ucapan-ucapan yang dikatakan secara main-main. mengolok-olok (istihza) yang tidak dikehendaki acanya akibat hukum dari akad tersebut.

Selain akad munjiz, mu'alaq, dan mudhaf, macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari sudut tinjauannya. Karena ada perbedaan-perbedaan tinjauan, akad akan ditinjau dari segi-segi berikut.
1.    Ada dan tidaknya qismah'pada akad, maka akad terbagi dua bagian:
a)    Akad musammah, yaitu akad yang telah ditetapkan syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah. dan ijarah.
b)   Akad ghair musammah ialah akad yang belum ditetapkan oleh syara dan belum ditetapkan hukum-hukumnya[5]



2.    Disyari'atkan dan tidaknya akad. ditinjau dari segi ini akad terbagi dua bagian:
a)    Akad musyara'ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara' seperti gadai dan jual beli.
b)   Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara seperti menjual anak binatang dalam perut induknya.
3.    Sah dan batalnya akad, ditinjau dari segi ini akad terbagi menjadi dua:
a)    Akad sliahihah, yaitu akad-akad yang mencukupi persya- ratannya, baik syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b)   Akad fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau cedera karena kurang salah satu syarat syaratnya, baik syarat umum maupun syarat khusus, seperti nikah tanpa wali.
4.    Sifat bendanya, ditinjau dari sifat ini benda akad terbagi dua:
a)    Akad 'ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang seperti jual beli.
b)   Akad ghair 'ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan barang-barang, karena tanpa penyerahan barang- barang pun akad sudah berhasil, seperti akad amanah.
5.    Cara melakukannya, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad yang harus dilaksanakan dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali, dan petugas pencatat nikah.
b)   Akad ridha'iyah, yaitu akad-akad yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah pihak, seperti akad pada umumnya.
6.    Berlaku dan tidaknya akad, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari penghalang-penghalang akad.
b)   Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku sctelah disetujui pemilik harta").
7.    Luzum dan dapat dibatalkannya, dari segi ini akad dapat dibagi empat:
a)    Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin, manfaat perkawinan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain, seperti berse- tubuh, tapi akad nikah dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara' seperti talak dan khulu'.
b)   Akad lazim yang menjadi hak kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakkan, seperti persetujuan jual beli dan akad-akad lainnya.
c)    Akad lazim yang menjadi hak salah satu pihak, seperti rahn, orang yang menggadai sesuatu benda punya kebebasan kapan saja ia akan melepaskan rahn atau menebus kembali barangnya.
d)   Akad lazimah yang menjadi hak dua belah pihak tanpa me- nunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan boleh diminta oleh yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan yang menerima titipan atau yang menerima titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan kepada yang menitip­ kan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
8.    Tukar-menukar hak, dari segi ini akad dibagi tiga bagian:
a)    Akad mu'awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti jual beli.
b)   Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan pertolongan, seperti hibbah.
c)    Akad yang tabaru'at pada awalnya dan menjadi akad mu'awadhah pada akhirnya seperti qaradh dan kafalah.
9.    Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga bagian:
a)    Akad dhaman, yaitu akad yang menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti qaradh.
b)   Akad amanah yaitu tangguns iawab kerusakan oleh pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang, seperti titipan (Ida').
c)    Akad yang dipengaruhi oleh beberapa unsur, salah satu segi rnerupakan dhaman. menurut segi yang lain merupakan amanah. seperti rahn (gadai).
10.    Tujuan akad, dari segi tujuannya akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
a)    Bertujuan tamlik, seperti jual beli.
b)   Bertujuan untuk mengadakan usaha bersama (perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
c)    Bertujuan tautsiq (memperkokoh kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
d)   Bertujuan menyerahkan kekuasaan, seperti wakalah dan washiyah.
e)    Bertujuan mengadakan pemeliharaan, seperti ida' atau titipan.
11.    Faur dan istimrar, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad fauriyah yaitu akad-akad yang. dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad hanya sebentar saja. seperti jual beli.
b)   Akad istimrar disebut pula akad zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan. seperti i'arah.
12.    Asliyah dan thabi'iyah, dari segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a)    Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu dari yang lain, seperti jual beli dan i'arah.
b)   Akad thahi'iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada utang. [9][6]









[1] Habsyi Ahs Shiddieqy, Fiqih Mu’amalah (Yokyakarta : Bulan Bintang, 1971),  31
[2] Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah (Jakarta : Raja Gravindo Persada, 2002), 44

3. Abdul Aziz Muhammad Azzam, FiqhMuamalah, Jakarta : Amzah, hal : 18
4. Teungku Muhammad Hasbi, PengantarFiqhMuamalah, Semarang : PT. PustakaRizki Putra, Hal :  24
5. Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah , h. 116
6.  Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta : Gadjaj Mada University Press, 2010),  28
7.  Suhendi, Muamalah , 49
8. Dr. H. Hendi suhendi, M.Si,Fiqh muamalah,hal 56
9. Dr. H. Nasrun Haroen, MA, Fiqh Muamalah, (Tangerang; Gaya Media Pratama, 2007), hal. 105

Tidak ada komentar:

Posting Komentar