A. PENGERTIAN
AKAD
Akad adalah suatu macam tasharruf yang
dilakukan manusia
Menurut bahasa ‘Aqad mempunyai beberapa arti,
antara lain:
1.
Mengikat ( الربط ), yaitu
“Mengumpulkan
dua ujung tali dan mengikat salah satunya dengan
yang lain sehingga bersambung, kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda."
2.
Sambungan ( عقدة), yaitu:
الصوصل الذى
يمسكهما ويوثقهما
"Sambungan
yangmemegangkeduaujungitudanmengikatnya." [1]
3.
Janji sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an
بلى مَن اَوفَى بِعَهدِهِ وَاتَّقَى فَاِنَّا الله يُحِبُّ المُتَّقِينَ
“(bukan
demikian), Sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nya dan bertakwa,
Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”
Istilah ‘ahdu dalam Al Qur’an
mengacu kepada pernyataan seseoranguntukmengerjakansesuatuatauuntuktidakmengerjakansesuatudantidakadasangkut-pautnyadengan orang lain.
Perkataan 'aqdu mengacu
terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu
bila seseorang mengadakan janji kemudian ada orang lain menyetujui janji
tersebut serta menyatakan pula suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama, maka terjadilah perikatan
dua buah janji ('ahdu) dari dua orang yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain
disebutperikatan (‘Aqad).
Dari pengertian diatas
dapat dipahami bahwa ‘Aqad mempunyai
mencakup tiga tahap, yaitu:perjanjian,
persetujuanduabuahperjanjianataulebihdanperikatan
Menurut istilah (terminologi),
yang dimaksud dengan akad adalah: Terikatan ijab dan
qabul yang dibenarkan syara'' yang menetapkankeridhaankeduabelahpihak." [2]
MenurutEtimologi
”Ikatan antara dua perkara, baik
secara maupun ikatan secara maknawi, dari satu segi maupun dari dua segi”.Bisa
juga ”Al-Aqd (sumbangan), ”Al-ahdi dan janji dan janjimenurut terminologi ulama
fiqih, akad dapat ditinjau dari dua segi, yaitu secara umum dan khusus:[1]
a. Pengertian
Umum
Pengertian akad dalam arti luas
hampir sama dengan pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama
Syafi’iyah, Malikiyah dan Hanabilah, yaitu: ”segala sesuatu yang dikerjakan
oleh seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak,
pembebasan atau sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang
seperti jual beli, perwakilan dan gadai”.
b. Pengertian Khusus
Pengertian akad dalam arti khusus
yang dikemukakan ulama fiqih, antara lain:
Perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’
yang berdampak pada objeknya
Pengaitan ucapan salah seorang yang akad dengan yang lainnya secara syara’
pada segi yang tampak dan berdampak pada objeknya.” contoh ijab adalah
pernyataan seorang penjual, ”saya telah menjual barang ini kepadamu.” atau
”saya serahkan barang ini kepadamu.” contoh qabul, ”saya beli barangmu” atau
”saya terima barangmu”.
·
Dengan demikian ijab qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk
menunjukan suatu keridaan dalam berakad diantara dua orang atau lebih, sehingga
terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena
itu, dalam Islam tidak semua bentuk kesepakatan atau perjanjian dapat
dikategorikan sebagai akad, terutama kesepakatan yang tidak didasarkan pada
keridhaan dan syariat Islam.
B.
ASAL USUL
AKAD
Akad adalah
bagian dari macam-macam tasharruf (perpindahan), yang dimaksud dengan tasharruf
ialah Setiap yang keluar dari seseorang yang sudah mumayyiz dengan kehendak
sendiri dan dengannya syara’ menetapkan beberapa konsekuensi, baik berupa
ucapan maupun yang setingkat dengan ucapan berupa aksi atau isyarat. [3]
Tasharruf menurut fiqh, ialah :
مَا يَصدُ رُ مِن شَخصٍ باِ رَا دَ تِهِ
وَيُرَتِبُ عَلَيهِ الشَّرعُ نَتَا ئِجَ حُقُو قِيَّةً كُلُّ
“Segala yang
dilakukan dari seseorang dengan iradatnya (kehendaknya) dan syara’ menetapkan kepada orang tersebut beberapa natijah hak”
[4]
Tasharruf
terbagi menjadi dua yaitu: [2]
1. Tasharruf fi’li
(perbuatan)
Yaitu usaha
yang dilakukan manusia dengan tenaga dan badannya, selain dari lidah, seperti
memanfaatkan tanah yang tandus, menerima barang dalam jual beli, merusakan
benda orang lain
2. Tasharruf qauli
(perkataan)
Yaitu tasharruf
yang keluar dari lidah manusia.
Tasharruf qauli terbagi dua
· Tasharruf qauli
’aqdi, yaitu sesuatu yang dibentuk dari dua ucapan dari kedua belah pihak yang
saling bertalian, seperti jual beli, sewa menyewa dan perkongsian
·
Tasharruf qauli bukan ’aqdi, terbagi menjadi dua: (a) merupakan
pernyataan pengadaan suatu hak atau mencabut suatu hak, seperti wakaf, thalak
dan memerdekakan, (b) tidak menyatakan suatu kehendak, tetapi dia mewujudkan
tuntutan-tuntutan hak, seperti gugatan, iqrar, sumpah untuk menolak gugatan
(tak ada aqad, tapi perkataan semata)[5][3]
C.
RUKUN DAN SYARAT AKAD
rukun-rukun akad ialah sebagai berikut :
1. 'Aqid ialah orang yang berakal. terkadang
masing-masing pihak terdiri dan satu orang, terkadkng terdiri dari
beberapa orang,
2. Ma'qud ‘alaih ialah benda-benda
yang diakadkan
3. Maudhu' al 'aqd ialah tujuan atau
maksud pokok mengadakan akad.
4. Shighat al 'aqd ialah ijab dan
qabul
Hal hal yang harus diperhatikan dalam shighat al-'Aqd ialah:
1. Shighat al-'aqd harus
jelas pengertiannya. Kata-kata dalam ijab qabul harus jelas
dan tidak memiliki banyak pengertian.
2. Harus bersesuaian antara ijab dan qabul
3. Menggambarkan kesungguhan kemauan dari pihak-pihak
yang bersangkutan, tidak terpaksa dan tidak karena diancam atau ditakut-takuti
oleh orang lain karena harus saling ridha.
Menurut Abdul Ghofur Anshori yang dikutip dari Ahmad Azhar Basyir mengemukakan, bahwa sighat akad dapat dilakukan secara
lisan, tulisan, atau isyarat yang memberi pengertian dengan jelas tentang
adanya ijab dan kabul. Adapun penjelasan beliau adalah sebagai berikut:[6]
1. Sighat Akad secara Lisan.
Akad dipandang telah terjadi apabila ijab dan kabul dinyatakan secara
lisan oleh pihak-pihak. Dengan catatan bahwa ucapan yang disampaikan mudah
dipahami oleh para pihak atau orang yang
dituju.
2. Sighat Akad dengan Tulisan.
Ijab dipandang telah terjadi setelah pihak kedua
menerima dan membaca surat dimaksud. Jika dalam ijab tersebut tidak
disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul harus segera dilakukan dalam bentuk tulisan atau surat yang dikirim
via pos. Bila disertai dengan pemberian tenggang waktu, kabul supaya dilakukan
sesuai dengan lama tenggang waktu tersebut.
3. Sighat Akad dengan Isyarat
Dengan
syarat orang tersebut tidak bisa berbicara dan tidak bisa menulis, akan tetapi jika ia bisa menulis dan ia melakukan akad dengan
isyarat maka akadnya tidak sah.
4. Sighat Akad dengan perbuatan.
Ini sering terjadi
dalam dunia modern ini, yang terpenting adalah
dalam akad itu jangan sampai terjadi semacam tipuan, kecohan, dan segala sesuatunya harus dapat diketahui
dengan jelas.
Syarat-syarat ‘Aqad
Setiap pembentuk ‘Aqad atau akad mempunyai syarat yang ditentukan syara'
yang wajib disempurnakan, syarat syarat terjadinya akad ada dua macam.[7]
a. Syarat-syarat yang bersifat umum, yaitu syarat syarat
yang wajib sempurna wujudnya dalam berbagai akad.
b. Syarat syarat yang bersifat khusus. yaitu
syarat-syarat yang wujudnya wajib ada dalam sebagian akad. Syarat khusus ini
bisa juga disebut syarat idhafi (tambahan) yang harus ada di samping
syarat-syaral yang umum, seperti syarat adanya saksi dalam pernikahan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam berbagai macam akad.
1. Kedua orang yang melakukan akad
cakap bertindak (ahli).
2. Yang dijadikan objek akad dapat
menerima hukumnya.
3. Akad itu diizinkan oleh syara',
dilakukan oleh orang yang mempunyai hak melakukannya walaupun dia bukan aqid
yang memiliki barang.
4. Janganlah akad itu akad yang
dilarang oleh syara', seperti jual beli mulasamah.
5. Akad dapat memberikan faidah
6. Ijab itu berjalan terus, tidak
dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila orang yang berijab menarik kembali
ijabnya sebelum kabul, maka batallah ijabnya.
7. Ijab dan qabul mesti bersambung
sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya kabul, maka
ijab tersebut menjadi batal.
D.
ILZAM DAN ILTIZAM
Ilzam ialah pengaruh yang umum bagi setiap akad. Ada juga yang menyatakan
bahwa ilzam ialah ketidakmungkinan bagi yang melakukan akad untuk mencabut
akadnya secara sepihak tanpa persetujuan pihak yang lain. Iltizam ialah
keharusan mengerjakan sesuatu atau tidak mengerjakan sesuatu untuk kepentingan
orang lain. Ada juga yang menyatakan bahwa iltizam ialah:
"Seseorang yang dibebani pekerjaan menurut syara 'untuk mengerjakan
sesuatu atau meninggalkan
sesuatu untuk kemaslahatan orang lain."[8]
E.
MACAM-MACAM AKAD DAN BENTUK-BENTUK AKAD
1. '‘Aqad Munjiz yaitu akad yang dilaksanakan langsung pada waktu selesainya
akad. Pernyataan akad yang diikuti dengan pelaksanaan akad ialah pernyataan
yang tidak disertai dengan syarat-svarat dan tidak pula ditentukan waktu
pelaksanaan setelah adanya akad.
2. 'Aqod mu'alaq ialah akad yang di daiam pelaksanaannya terdapat
syarat-syarat yang telah ditentukan dalarr. akad, misalnya penentuan penyerahan
barang-barang yang diakadkan setelah adanya pembayaran.
3. '‘Aqad mudhaf ialah akad yang dalam pelaksanaannya terdapat syarat-syarat
mengenai penanggulangan pelaksanaan akad, pernyataan yang pelaksanaannya
ditangguhkan hingga waktu yang ditentukan. Perkataan ini sah dilakukan pada
waktu akad, tetapi belum mempunyai akibat hukum sebelum tibanya waktu yang
telah ditentukan.
Perwujudan akad tampak nyata pada dua keadaan berikut.
1. Dalam keadaan muwadha'ah
(taljiah), yaitu kesepakatan dua orang secara rahasia untuk mengumumkan apa
yang tidak sebenarnya.
2. Hazl ialah ucapan-ucapan yang
dikatakan secara main-main. mengolok-olok (istihza) yang tidak dikehendaki
acanya akibat hukum dari akad tersebut.
Selain akad
munjiz, mu'alaq, dan mudhaf, macam-macam akad beraneka ragam tergantung dari
sudut tinjauannya. Karena ada perbedaan-perbedaan tinjauan, akad akan ditinjau
dari segi-segi berikut.
1. Ada dan tidaknya qismah'pada
akad, maka akad terbagi dua bagian:
a) Akad musammah, yaitu akad yang
telah ditetapkan syara' dan telah ada hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah.
dan ijarah.
b) Akad ghair musammah ialah akad
yang belum ditetapkan oleh syara dan belum ditetapkan hukum-hukumnya[5]
2. Disyari'atkan dan tidaknya akad.
ditinjau dari segi ini akad terbagi dua bagian:
a) Akad musyara'ah ialah akad-akad yang dibenarkan oleh syara' seperti gadai
dan jual beli.
b) Akad mamnu'ah ialah akad-akad yang dilarang syara seperti menjual anak
binatang dalam perut induknya.
3. Sah dan batalnya akad, ditinjau
dari segi ini akad terbagi menjadi dua:
a) Akad sliahihah, yaitu akad-akad yang mencukupi persya- ratannya, baik
syarat yang khusus maupun syarat yang umum.
b) Akad fasihah, yaitu akad-akad yang cacat atau cedera karena kurang salah
satu syarat syaratnya, baik syarat umum maupun syarat khusus, seperti nikah
tanpa wali.
4. Sifat bendanya, ditinjau dari
sifat ini benda akad terbagi dua:
a) Akad 'ainiyah, yaitu akad yang disyaratkan dengan penyerahan barang-barang
seperti jual beli.
b) Akad ghair 'ainiyah yaitu akad yang tidak disertai dengan penyerahan
barang-barang, karena tanpa penyerahan barang- barang pun akad sudah berhasil,
seperti akad amanah.
5. Cara melakukannya, dari segi ini
akad dibagi menjadi dua bagian:
a) Akad yang harus dilaksanakan
dengan upacara tertentu seperti akad pernikahan dihadiri oleh dua saksi, wali,
dan petugas pencatat nikah.
b) Akad ridha'iyah, yaitu akad-akad
yang dilakukan tanpa upacara tertentu dan terjadi karena keridhaan dua belah
pihak, seperti akad pada umumnya.
6. Berlaku dan tidaknya akad, dari
segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a) Akad nafidzah yaitu akad yang bebas atau terlepas dari
penghalang-penghalang akad.
b) Akad mauqufah yaitu akad-akad yang bertalian dengan
persetujuan-persetujuan, seperti akad fudhuli (akad yang berlaku sctelah
disetujui pemilik harta").
7. Luzum dan dapat dibatalkannya,
dari segi ini akad dapat dibagi empat:
a) Akad lazim yang menjadi hak
kedua belah pihak yang tidak dapat dipindahkan seperti akad kawin, manfaat
perkawinan tidak bisa dipindahkan kepada orang lain, seperti berse- tubuh, tapi
akad nikah dapat diakhiri dengan cara yang dibenarkan syara' seperti talak dan
khulu'.
b) Akad lazim yang menjadi hak
kedua belah pihak dan dapat dipindahkan dan dirusakkan, seperti persetujuan
jual beli dan akad-akad lainnya.
c) Akad lazim yang menjadi hak
salah satu pihak, seperti rahn, orang yang menggadai sesuatu benda punya
kebebasan kapan saja ia akan melepaskan rahn atau menebus kembali barangnya.
d) Akad lazimah yang menjadi hak
dua belah pihak tanpa me- nunggu persetujuan salah satu pihak, seperti titipan
boleh diminta oleh yang menitipkan tanpa menunggu persetujuan yang menerima
titipan atau yang menerima titipan boleh mengembalikan barang yang dititipkan
kepada yang menitip kan tanpa menunggu persetujuan dari yang menitipkan.
8. Tukar-menukar hak, dari segi ini
akad dibagi tiga bagian:
a) Akad mu'awadlah, yaitu akad yang berlaku atas dasar timbal balik seperti
jual beli.
b) Akad tabarru'at, yaitu akad-akad yang berlaku atas dasar pemberian dan
pertolongan, seperti hibbah.
c) Akad yang tabaru'at pada awalnya dan menjadi akad mu'awadhah pada akhirnya
seperti qaradh dan kafalah.
9. Harus dibayar ganti dan tidaknya, dari segi ini akad dibagi menjadi tiga
bagian:
a) Akad dhaman, yaitu akad yang
menjadi tanggung jawab pihak kedua sesudah benda-benda itu diterima seperti
qaradh.
b) Akad amanah yaitu tangguns iawab
kerusakan oleh pemilik benda, bukan oleh yang memegang barang, seperti titipan
(Ida').
c) Akad yang dipengaruhi oleh beberapa
unsur, salah satu segi rnerupakan dhaman. menurut segi yang lain merupakan
amanah. seperti rahn (gadai).
10. Tujuan akad, dari segi tujuannya
akad dapat dibagi menjadi lima golongan:
a) Bertujuan tamlik, seperti jual
beli.
b) Bertujuan untuk mengadakan usaha
bersama (perkongsian) seperti syirkah dan mudharabah.
c) Bertujuan tautsiq (memperkokoh
kepercayaan) saja, seperti rahn dan kafalah.
d) Bertujuan menyerahkan kekuasaan,
seperti wakalah dan washiyah.
e) Bertujuan mengadakan pemeliharaan,
seperti ida' atau titipan.
11. Faur dan istimrar, dari segi ini
akad dibagi menjadi dua bagian:
a) Akad fauriyah yaitu akad-akad
yang. dalam pelaksanaannya tidak memerlukan waktu yang lama, pelaksanaan akad
hanya sebentar saja. seperti jual beli.
b) Akad istimrar disebut pula akad
zamaniyah, yaitu hukum akad terus berjalan. seperti i'arah.
12. Asliyah dan thabi'iyah, dari
segi ini akad dibagi menjadi dua bagian:
a) Akad asliyah yaitu akad yang berdiri sendiri tanpa memerlukan adanya sesuatu
dari yang lain, seperti jual beli dan i'arah.
b) Akad thahi'iyah yaitu akad yang membutuhkan adanya yang lain, seperti
adanya rahn tidak dilakukan bila tidak ada utang. [9][6]
4. Teungku Muhammad Hasbi, PengantarFiqhMuamalah, Semarang : PT.
PustakaRizki Putra, Hal : 24
6. Abdul
Ghofur Anshori, Hukum
Perjanjian Islam di Indonesia (Yogyakarta
: Gadjaj Mada University Press, 2010), 28
Tidak ada komentar:
Posting Komentar