MAKALAH
INDIVIDU
MANAJEMEN
LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH NON BANK
Tentang
INSTITUSI WAKAF
Oleh
Lega
Aidil Putri : 1630401096
Dosen
pembimbing :
Dr.
H. Syukri Iska, M. Ag
Ifelda
Nengsih, SEI., MA
JURUSAN
PERBANKAN SYARIAH (3C)
FAKULTAS
EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
BATUSANGKAR
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sumber utama
institusi wakaf adalah Alquran. Walaupun dalam Alquran, kata wakaf yang
bermakna memberikan harta tidak ditemukan sebagaimana zakat, tetapi merupakan
interprestasi ulama mujtahid terhadap ayat-ayat yang membicarakan pendermaan
harta berupa sedekah dan amal jariah. Ditengah permasalahan sosial masyarakat
Indonesia dan tuntutan akan kesejahteraan ekonomi dewasa ini, eksistensi
lembaga wakaf menjadi sangat urgen dan strategis. Disamping sebagai salah satu
aspek ajaran Islam yang berdimensi spiritual, wakaf juga merupakan ajaran yang
menekankan pentingnya kesejahteraan ekonomi (dimensi sosial).
Perbincangan
tentang wakaf sering kali diarahkan kepada wakaf benda tidak bergerak seperti
tanah, bangunan, pohon untuk diambil buahnya, sumur untuk diambil airnya. Dan
dari segi pengamalan wakaf, dewasa ini tercipta suatu image atau persepsi
tertentu mengenai wakaf, yaitu pertama, wakaf itu umumnya berujud benda
bergerak khususnya tanah yang di atasnya didirikan masjid atau madrasah dan
penggunaannya didasarkan pada wasiat pemberi wakaf (wâkif) dengan ketentuan
bahwa untuk menjaga kekekalannya tanah wakaf itu tidak boleh diperjualbelikan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Mekanisme
Operasional Instritusi Wakaf
1.
Pengertian wakaf
Wakaf
diambil dari kata waqafa yang menurut bahasa berarti menahan atau
berhenti. Dalam hukum Islam, wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang
tahan lama (zatnya) kepada seseorang atau nadzir (penjaga wakaf), baik
berupa perorangan maupun badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau
manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan syariat Islam.[1]
Sedangkan menurut undang-undang wkaf Nomor 41Tahun 2004 dijelaskan bahwa :
“ wakaf adalah perbuatan hukum wakif
untuk memisahkan sebagian benda miliknya, unuk dimanfaatkan selamanya atau
dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
atau kesejahteraan umum menurut syariah”.
Wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau faedah harta yang diwakafkan
kepada orang yang berhak dan digunakan sesuai dengan ajaran syariat Islam. hal
ini sesuai dengan fungsi wakaf yang disebutkan pasal 5 Undang-undang No. 41
tahun 2004 yang menyatakan wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat
ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan
umum.[2]
Wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya
boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta
yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya
tidak dapat dipindahkan, misalnya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya
untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti
asuhan, jalan umum, dan sebagainya. Hukum wakaf sama dengan amal jariyah.
Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah)
biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf.
Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang
diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah.[3]
2. Rukun dan Syarat Wakaf
Rukun wakaf dalam hukum fiqh ada empat yaitu:
a.
orang yang berwakaf (al-waqif).
b.
benda yang diwakafkan (al-mauquf).
c.
orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi/nadzir).
d.
lafadz atau ikrar wakaf
(sighah).
Sedangkan dalam UU Wakaf Pasal 6 yang merupakan fiqh Indonesia yang
telah diundangkan, selain 4 rukun tersebut, wakaf dilaksanakan dengan memenuhi 6 unsur, yaitu 4 unsur tersebut
ditambah dengan dua unsur lain yaitu: peruntukan harta benda wakaf dan jangka waktu wakaf.
Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) ada empat yaitu:
a. Orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya
dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua
dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau
orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah
orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh,
orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
b. Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf) Harta yang diwakafkan itu
tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan
yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang
yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya.
Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan
milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti
dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri
sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan
istilah (ghaira shai’).
c. Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi
klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu
(mu’ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu’ayyan). Yang dimasudkan dengan
tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang
atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan
yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara
terperinci, umpamanya seseorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dan
lain-lain. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf
mu’ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li
al-tamlik).
d. Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada
beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang
menunjukKan kekalnya (ta’bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu
tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa
disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu
bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan.
Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah
wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik
pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut
adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi
bersifat ghaira tammah.[4]
3. Dasar Hukum Wakaf
Dasar Hukum Wakaf
Menurut Hukum Indonesia diatur dalam berbagai peraturan dalam
perundang-undangan, yaitu :
a. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.
b. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah
Milik.
c. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Perincian Terhadap PP
No. 28 Tahun 1977 tentang Tata Cara Perwakafan Tanah Milik.
d. Instruksi Bersama Menteri Agama Republik Indonesia dan Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1990, Nomor 24 Tahun 1990 tentang Sertifikasi
Tanah Wakaf.
e. Badan Pertanahan Nasional Nomor 630.1-2782 Tentang Pelaksanaan
Penyertifikatan Tanah Wakaf.
f. Instruksi Presidan Nomor 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam.
g. Undang-Undang Nomor. 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf.
h. Peraturan Pemerintah RI No. 42 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan UU No. 41
Tahun 2004 Tentang Wakaf.
4. Pandangan fiqih tentang pengelolaan dana wakaf
Substansi wacana wakaf
tunai sebenarnya telah lama muncul. Bahkan, dalam kajian fiqih klasik sekalipun
seiring dengan munculnya ide revitalisasi fiqih mu’amalah dalam perspektif maqashid
syariah (filosofi dan tujuan syariah) yang dalam pandangan Umar Chapra
(1992) bermuara pada Al-Mashalih Al-Mursalah (kemashlahatan universal)
termasuk upaya mewujudkan kesejahteraan sosial melalui keadilan distribusi
pendapatan dan kekayaan.
Melalui pembahasan awal
di Dewan Syariah Nasional (DSN)-MUI yang ditindaklanjuti oleh keputusan rapat
Komisi Fatwa – MUI dalam mengakomodir kemaslahatan sejalan dengan maqashid
asy-syari’ah yang terdapat pada konsep wakaf tunai berdasarkan pendapat
Az-Zuhri, ulama madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali seperti Ibnu Taimiyah dan
Ibnu Qudamah, para ulama Indonesia telah memutuskan untuk membolehkan wakaf
tunai.
Gagasan Wakaf Tunai
yang dipopulerkan oleh M.A. Mannan melalui pembentukan Social Investment
Bank Limited (SIBL) di Banglades yang dikemas dalam mekanisme instrumen Cash
Waqf Certificate juga telah memberikan kombinasi alternatif solusi
mengatasi krisis kesejahteraan yang ditawarkan Chapra. Model Wakaf Tunai adalah
sangat tepat memberikan jawaban yang menjanjikan dalam mewujudkan kesejahteraan
sosial. Ia juga mampu mengatasi krisis ekonomi Indonesia kontemporer di tengah
kegalauan pemberian insentif Tax Holiday untuk merangsang masuknya modal
asing. Model wakaf tunai juga bisa mengalahkan kontroversi seputar policy
pemerintah pada UKM yang belum mengena sasaran dan menyentuh inti permasalahan.
Inti ajaran yang
terkandung dalam amalan wakaf itu sendiri menghendaki agar harta wakaf itu
tidak boleh diam. Semakin banyak hasil harta wakaf yang dapat dinikmati orang,
semakin besar pula pahala yang akan mengalir kepada pihak wakif. Dana yang
dapat digalang melalui Sertifikat Wakaf Tunai ini nantinya akan dikelola oleh
suatu manajemen investasi. Manajemen investasi dalam hal ini bertindak sebagai
Nadzir (pengelola dana wakaf) yang akan bertanggung jawab terhadap pengelola
harta wakaf.
Tergalinya potensi dana
wakaf yang dahsyat sangat diharapkan melalui impelemntasi Sertifikat Wakaf
Tunai yang menyejahterakan masyarakat secara terkoordinatif, sinergis,
sitematis dan professional. Di samping itu, tantangan integritas amanah dan
kepercayaan (trust) bagi pengelolaan dana sosial (volunteer)
menjadi pemikiran bersama untuk mewujudkan bentuk yang fit and proper
bagi penerapan konsepnya.
Seseorang dapat membeli
Sertifikat Wakaf Tunai dengan maksud untuk memenuhi target investasi sedikitnya
meliputi 4 bidang:
a.
Kemanfaatan bagi
kesejahteraan pribadi (dunia-akhirat)
b.
Kemanfaatan bagi
kesejahteraan keluarga (dunia-akhirat)
c.
Pembangunan sosial
d.
Membangun masyarakat
sejahtera.
5. Mekanisme Operasional Institusi Wakaf
a. Harta Benda Wakaf dan Pemanfaatannya
Harta benda wakaf adalah harta benda yang memiliki
daya tahan lama dan manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi
menurut syariah yang diwakafkan oleh wakif. Harta benda wakaf terdiri dari
benda tidak bergerak, dan benda bergerak.
1) Wakaf benda tidak bergerak
Pasal 16 ayat 2, UU No. 41 tahun 2004 dijelaskan bahwa
benda tidak bergerak yang dapat diwakafkan yaitu:[5]
a) Hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b) Bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah.
c) Tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah.
d) Hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang – undangan yang berlaku.
Tata cara perwakafan tanah milik secara berurutan
dapat diuraikan sebagai berikut:[6]
a) Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya diharuskan
datang sendiri dihadapan PPAIW (pejabat pembuat akta ikrar wakaf) untuk
melaksanakan ikrar Wakaf.
b) Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan
surat-surat (sertifikat, surat keterangan dan lain-lain) kepada PPAIW.
c) PPAIW meneliti surat-surat dan syaratnya dalam memenuhi untuk pelepasan hak
atas tanah (untuk diwakafkan).
d) Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan dengan jelas, tegas
dan dalam bentuk tertulis. Apabila tidak dapat menghadap PPAIW maka dapat
membuat ikrar secara tertulis dengan persetujuan dari kandepag.
e) PPAIW segera membuat akta ikrar wakaf dan mencatat dalam daftar akta ikrar
wakaf dan menyimpannya bersama aktanya dengan baik.
2) Wakaf benda bergerak
Benda digolongkan bergerak karena sifatnya yang dapat
berpindah atau dipindahkan atau karena ketetapan undang-undang. Benda bergerak
terbagi kepada benda bergerak yang dapat dihabiskan dan yang tidak dapat
dihabiskan karena pemakaian.
Berdasarkan pasal 16 ayat 3 UU No. 41 tahun 2004
tentang benda bergerak yang dapat diwakafkan, yaitu:[7]
a) Uang; Wakaf uang dilakukan oleh LKS yang ditunjuk oleh Menteri Agama. Dana
wakaf berupa uang dapat diinvestasikan pada aset – aset financial dan pada
asset riil.
b) Logam mulia, yaitu logam dan batu mulia yang sifatnya memiliki manfaat
jangka panjang.
c) Surat berharga; merupakan instrumen pasar modal berupa saham, obligasi, dan
sertifikat.
d) Kendaraan; yaitu objek wakaf yang dapat dijadikan sebagai pelengkap
kegiatan utama atau malah dapat dijadikan kegiatan utama, seperti dijadikan
alat angkut .
e) Hak atas kekayaan intelektual (HAKI). Haki mencakup hak cipta, hak paten,
merek dan desain produk industri.
f) Hak sewa merupakan hak yang timbul atas benda bergerak dan benda tidak
bergerak atas sewanya, seperti wakaf bangunan dalam bentuk rumah.
b. Tata Cara Wakaf Tunai
Wakaf tunai merupakan terobosan dalam
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, yaitu pasal 28 sampai pasal
31, yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa
uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
2) Wakaf benda bergerak
berupa uang dilaksanakan oleh wakif dengan pernyataan kehendak wakif yang
dilakukan secara tertulis.
3) Wakaf benda bergerak berupa uang diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf
uang.
4) Sertifikat wakaf uang diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan
syariah kepada wakif dan nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
5) Lembaga keuangan syariah atas nama nazhir mendaftarkan harta benda wakaf
berupa uang kepada menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak
diterbitkan sertifikat wakaf uang.
Dari berbagai ketentuan
di atas, tata cara perwakafan tunai kiranya dapat dikonstruksi sebagai berikut:
1) Wakaf uang (tunai) yang dapat diwakafkan adalah mata uang rupiah.
2) Karenanya wakaf uang yang berupa mata uang
asing, harus dikonversi lebih dulu ke dalam rupiah.
3) Wakif yang akan mewakafkan uangnya wajib hadir di Lembaga Keuangan Syariah
Wakaf Uang (sebagai nazhir) yang telah ditunjuk oleh Menteri Agama berdasarkan
saran dan pertimbangan dari Badan Wakaf Indonesia, untuk:
a) Menyatakan kehendaknya, yaitu mewakafkan uangnya.
b) Menjelaskan kepemilikan dan asal usul uang yang akan diwakafkan.
c) Menyetorkan secara tunai sejumlah uang ke lembaga keuangan syariah
tersebut.
d) Mengisi formulir pernyataan kehendak wakif yang berfungsi sebagai Akta
Ikrar Wakaf.
4) Dalam hal wakif tidak dapat hadir, maka wakif dapat menunjuk wakil atau
kuasanya.
5) Wakif juga dapat
menyatakan ikrar wakaf benda bergerak berupa uang kepada nazhir di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan), yang
selanjutnya nazhir menyerhakan akta ikrar wakaf tersebut kepada Lembaga Keuangan
Syariah.
Adapun syarat yang
harus dipenuhi oleh suatu Lembaga Keuangan Syariah untuk menjadi Penerima Wakaf
Uang adalah sebagai berikut:
a) Memiliki kantor operasional di wilayah Republik
Indonesia.
b) Bergerak di bidang keuangan syariah.
c) Memiliki fungsi menerima titipan (wadi’ah).
d) Lembaga Keuangan Syariah mengajukan permohonan
secara tertulis kepada Menteri Agama dengan melampirkan anggaran dasar dan
pengesahan sebagai badan hukum.
e) Mengajukan permohonan menjadi Lembaga Keuangan
Syariah
f) Penerima Wakaf Uang secara tertulis kepada
Menteri Agama dengan melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan
hukum. Kemudian Menteri paling lambat dalam waktu tujuh
hari menunjuk Lembaga Keuangan Syariah atau menolak permohonan tersebut sebagai
Penerima Wakaf Uang.
Lalu Lembaga Keuangan
Syariah yang ditunjuk: (1) mengumumkan kepada publik atas keberadaannya sebagai
Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (2) menyediakan blangko Sertifikat
Wakaf Uang (3) menerima secara tunai wakaf uang dari wakif atas nama nazhir (4)
menempatkan uang wakaf ke dalam rekening titipan (wadi’ah) atas nama nazhir
yanmg ditunjuk wakif (5) menerima pernyataan kehendak wakif yang dituangkan
secara tertulis dalam formulir pernyataan kehendak wakif (6) menerbitkan
sertifikat wakaf uang serta menyerahkan sertifikat tersebut kepada wakif dan
menyerahkan tembusan sertifikat kepada nazhir yang ditunjuk oleh wakif (7)
mendaftarkan wakaf uang tersebut kepada Menteri Agama atas nama nazhir.
Sedang isi sertifikat
wakaf uang sekurang-kurangnya harus memuat keterangan mengenai: (a) nama
Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf (b) nama wakif (c) alamat wakif (d)
jumlah wakaf uang (e) peruntukan wakaf (f) jangka waktu wakaf (g) nama nadzir
yang ditunjuk (h) tempat dan tanggal penerbitan sertifikat wakaf uang.[8]
c. Pengelolaan dan Pengembangan Harta Wakaf
1)
Wakaf tunai dikelola
Bank Syariah
Beberapa peran yang bisa diunggulkan bila wakaf tunai dikelola oleh bank:[9]
a) Jaringan kantor
b) Kemampuan sebagai Fund Manager (mengelola dana)
c) Pengalaman, jaringan informasi dan peta distribusi
d) Citra positif
Bank syariah memiliki jaringan kantor yang luas
dibanding lembaga keuangan syariah lainnya. Dengan itu diharapkan keberadaan
produk wakaf akan tersosialisasi secara maksimal, apalagi masyarakat memiliki
akses yang tinggi terhadap jasa perbankan. Perbankan syariah merupakan lembaga
pengelola dana (masyarakat) karena itu lembaga perbankan memiliki kemampuan
untuk mengelola dana (fund manager). Pengalaman, jaringan informasi,
serta peta distribusi juga memungkinkan untuk terbentuknya batabase informasi
mengenai sektor usaha maupun debitur yang akan dibiayai termasuk oleh dana eks
wakaf. Selain itu, pengalaman, jaringan
informasi, dan peta distribusi merupakan faktor positif bagi lembaga perbankan
syariah. Sehingga diharapkan akan menimbulkan citra positif terhadap gerakan
wakaf itu sendiri maupun pada perbankan syariah khususnya. [10]
2)
Wakaf Tunai dikelola
Lembaga Swasta
Keuntungan yang
didapatkan bila wakaf tunai dikelola oleh swasta:
a) Sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat
b) Ada kontrol langsung oleh masyarakat
c) Menumbuhkan solidaritas masyarakat.
Lembaga swasta ini misalnya bergerak dibidang
pendidikan. Lembaga pendidikan swasta mengelola sendiri dana yang diterima
muwakif dengan sistem musyarakah atau mudharabah tanpa mengurangi nilai asset
wakaf. Selanjutnya, keuntungan yang diterima didasarkan atas sistem bagi hasil.
Diterima oleh lembaga pendidikan sebagai keuntungan usaha dan diterima wakaf
tunai sebagi tambahan aset. Dari tambahan aset wakaf tunai tersebut bisa digunakan
membantu masyarakat dalam bentuk wakaf pula.[11]
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
dilakukan secara produktif antara lain dengan pengumpulan, investasi, penanaman
modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertambangan, perindustrian,
pengembangan teknologi, pembangunan gedung, apartemen, rumah susun, pasar
swalayan, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan,
dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.
Dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf
uang dilakukan dengan:
a) Benda wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui investasi pada produk-produk
LKS atau instrumen keuangn syariah.
b) Nazhir hanya dapat mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf uang pada
LKS penerima wakaf uang (LKS-PWU) dalam jangka waktu tertentu apabila
ditentukan waktunya.
c) Pengelolaan dan pengembangan harta benda yang dilakukan pada bank syariah
harus mengikuti program lembaga penjamin simpanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
d) Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf uang yang dilakukan dalam
bentuk investasi diluar bank harus diasuransikan pada asuransi syariah.
B. Perkembangan Institusi Wakaf di Indonesia
Lembaga wakaf yang berasal dari agama Islam ini telah
diterima (diresepsi) menjadi hukum adat bangsa Indonesia sendiri. Disamping
itu, suatu kenyataan pula bahwa di Indonesia terdapat banyak benda wakaf, baik
wakaf benda bergerak atau benda tak bergerak.
Di Indonesia saat ini wakaf kian mendapatkan perhatian yang cukup
sesrius dengan diterbitkannya UU no. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42
tahun 2006 tentang pelaksanaannya.
Belakangan ini, wakaf mengalami perubahan paradigma
yang cukup tajam. Perubahan paradigma itu terutama dalam pengelolaan wakaf yang
ditujukan sebagai instrumen menyejahterakan masyarakat muslim. Oleh karena itu,
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan bisnis dan manajemen. Konteks ini
kemudian dikenal dengan wakaf produktif. Ada 2 hal yang berkaitan dengan wakaf
produktif, pertama, asas paradigma baru wakaf, yaitu asas keabadian manfaat,
asas pertanggungjawaban/ responsibility, asas profesionalisme manajemen,
dan asas keadilan. Kedua, aspek paradigma baru wakaf, sistem manajemen
kenazhiran/manajemen sumber daya insani, dan sistem rekrutmen wakif.
Wakaf memiliki tiga ciri utama yaitu:[12]
1. Pola manajemen wakaf harus terintegrasi, dana wakaf dapat dialokasikan
untuk program-program pemberdayaan dengan segala macam biaya yang tercakup
didalamnya.
2. Asas kesejahteraan nazhir. Pekerjaan sebagi nazhir tidak lagi diposisikan
sebagai pekerja sosial, tetapi sebagai profesional yang biasa hidup dengan
layak dari profesi tersebut.
3. Asas transparasi dan tanggung jawab. Badan wakaf dan lembaga yang
dibantunya harus melaprkan proses pengelolaan dana kepada umat setiap tahun.
a. Peran Lembaga Keuangan Syariah Dalam Wakaf Uang di Indonesia
Peran LKS sangat strategis terutama dalam pengembangan wakaf uang di
Indonesia. Peran strategis ini salah satunya terkait dengan status hukum
lembaga ini karena ditunjuk langsung oleh Menteri Agama sebagai lembaga
berwenang dalam penerimaan wakaf uang. Hal ini disebutkan dalam UU No. 41 tahun
2004 Pasal 28 tentang wakaf yang berbunyi: ‘Wakif dapat mewakafkan benda
bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh
menteri’.
Menteri berwenang menunjuk lembaga keuangan syariah sebagai penerima wakaf,
dengan syarat-syarat:
1) LKS harus menyampaikan permohonan secara tertulis kepada Menteri
2) melampirkan anggaran dasar dan pengesahan sebagai badan hukum
3) memiliki kantor operasional di wilayah Republik Indonesia
4) bergerak di bidang keuangan syariah dan
5) memiliki fungsi titipan (wadi’ah)
LKS memiliki peran strategis dalam mengelola dan
mengembangkan harta benda wakaf sesuai yang diamanatkan oleh wakif kepada
nazir. Pengelolaan dan pengembangan wakaf uang hanya dapat dilakukan melalui
investasi pada produk-produk LKS atau instrumen keuangan syariah berdasarkan
akad syariah seperti mudharabah atau akad lainnya yang tidak bertentangan
dengan syariah. Sementara, pengelolaan dana wakaf uang melalui
produk-produk di luar produk syariah harus diasuransikan pada asuransi syariah.
Dengan cara ini dana wakaf uang umat yang terkumpul dapat terjamin keamanannya
serta memberikan rasa aman bagi para wakif.
b. Kendala dan Strategi Pengembangan Wakaf Tunai
1)
Kendala Pengembangan
Wakaf Tunai
Beberapa kendala yang menjadikan wakaf tunai sulit berkembang di tanah air
adalah:
a) Masyarakat masih memahami bahwa wakaf berhubungan dengan harta-harta yang
memiliki nilai tinggi seperti tanah, rumah, dan lain sebagainya.
b) Wakaf tunai relatif baru di Indonesia, sehingga dampak langsung dari
kelebihan wakaf tunai bagi kesejahteraan masyarakat belum terasa.
c) Lembaga wakaf tunai masih dipahami sebagi lembaga zakat dan lembaga zakat
bisa dijadikan pengganti keberadaan lembaga wakaf tunai.
d) Tidak ada konsekuensi hukum yang mengikat kepada individu untuk mewakafkan
sebagian hartanya.
2)
Strategi Pengembangan
Wakaf Tunai
Usaha yang perlu
dilakukan untuk mengurangi kendala-kendala di atas adalah:
a) Sosialisasi keberadaan wakaf tunai kepada masyarakat, bahwa masyarakat
tidak perlu menunggu sampai jumlah
tertentu hartanya guna membeli sejumlah harta untuk di wakafkan. Wakaf
bisa dilakukan dengan cash, walaupun ia tidak memiliki harta, seperti tanah,
rumah dan lain sebagainya.
b) Mendirikan lembaga wakaf tunai dapat dimulai dari lingkungan terkecil seperti,
takmir masjid, pesantren dan sebagainya. Pendirian lembaga wakaf tunai tidak
harus menunggu kelompok/institusi, selama individu/sekelompok individu mampu
mendirikannya maka tidak ada halangan untuk mendirikan lembaga wakaf tunai.
c) Perlu koordinasi dengan lembaga zakat untuk menjamin kerjasama dan
meningkatkan kinerja antara kedua lembaga tersebut, dengan tujuan untuk
mensejahterakan masyarakat.[13]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Undang-undang nomor 41 tahun 2004, wakaf diartikan dengan perbuatan hukum
Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk
dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan
kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut
syariah.
Prinsip-prinsip Pengelolaan Wakaf adalah Seluruh harta benda wakaf harus
diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai dengan
syariah, Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu, Wakif mempunyai kebebasan
memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh Syariah, Jumlah harta
wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk
tujuan-tujuan yang telah ditentukan oleh Wakif, dan Wakif dapat meminta
keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
Rukun wakaf
ada empat, yaitu: pertama, orang yang berwakaf (al - wakif). Kedua, benda yang
diwakafkan (al - mauquf). Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al –
mauquf ‘alaihi). Keempat, lafaz atau ikrar wakaf (sighah).
DAFTAR
PUSTAKA
Direktorat
Perberdayaan Wakaf dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 2007.Pedoman
Pengelolaan Wakaf Tunai. Jakarta
Soemitra,
Andri. 2010. Bank dan Lembaga
Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Sudarsono,
Heri. 2004. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi. Yogyakarta:
Ekonisia
Suhendi, Hendi. 2014. fiqh
muamalh. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada:
Leaf My All If, http://leafmyallif.blogspot.com/2012/10/makalah-wakaf-tunai.html, diunduh: 18 Mei 2014.
[1] Heri Sudarsono, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah: Deskripsi dan Ilustrasi, (Yogyakarta: Ekonisia,
2004), hal: 259.
[2] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2010), hal: 434.
[4] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,....., hal: 437-439.
[5] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,.....,hal: 439.
[6] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,.....,hal: 440.
[7] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,....., hal: 442-443.
[8]
Leaf My All If, http://leafmyallif.blogspot.com/2012/10/makalah-wakaf-tunai.html,
diunduh: 18 Mei 2014.
[9] Heri Sudarsono, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,....., hal: 267.
[10] Direktorat Perberdayaan Wakaf
dan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Pedoman Pengelolaan
Wakaf Tunai, (Jakarta: 2007), hal: 46-48.
[11] Heri Sudarsono, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,....., hal: 268-269.
[12] Andri Soemitra, Bank dan
Lembaga Keuangan Syariah,....., hal: 436-437.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar