Jumat, 08 Februari 2019

JUAL BELI BARANG TERLARANG


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Jual Beli Najasyi
Al najasy menurut bahasa artinya al-istitar ( menyembunyikan), al-khadi’ah (penipuan), al-ziyadah (penambatan). Sedangkan menurut istilah adalah menaikkan harga komoniti yang dilakukan oleh orang yang tidak ingin membeli barang yang diperjualbelikan tersebut. Tujuannya adalah hanya semata-mata agar orang lain tertarik untuk membelinya.
1.      Hadis dan Terjemahan
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْلَمَةَ حَدَّثَنَا مَالِكٌ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَال نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ النّ
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah telah menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu 'Umar radliallahu 'anhuma berkata; Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang dari menambahkan harga barang dagangan yang menganudng unsur penipuan terhadap orang lain.”
2.      Penjelasan Hadis
Rasulullah melarang bai’ an-najasy. An-Najasy yang dimaksud dalam hadis ini ialah bentuk praktik julal-beli sebagai berikut: seseorang yang telah ditugaskan menawar barang mendatangi penjual lalu menawar barang tersebut dengan harga yang lebih tinggi dari yang biasa. Hal itu dilakukannya dihadapan pembeli dengan tujuan memperdaya si pembeli. Sementara ia sendiri tidak berniat untuk membelinya, namun tujuannya semata-mata ingin memperdaya si pembeli dengan tawarannya tersebut. Ini termasuk bentuk penipuan, dan oleh karenanya disebut sebagai praktik jual-beli yang terlarang.
Orang yang menaikkan harga, padahal tak berminat untuk membelinya telah melanggar larangan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana dalam sabdanya:
لاَ تَنَاجَشُوْا
Artinya: Janganlah kalian melakukan jual beli najasy
Orang yang tidak berminat membeli dan tidak tertarik pada suatu barang, hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang diinginkan.
Para ulama sepakat bahwa apabila orang yang menawar atau menaikkan harga komoditi lebih tinggi  (al-najisy) melebihi harga normal, hukumya adalah haram. Perbedaan pendapat diantara mereka adalah apabila harga komoditi tidak naik disebabkan al-najasy, apakah hukumnya haram atau tidak? Pendapat para ulama dalam hal ini terbagi ke dalam dua bagian.
a.       Sesungguhnya najasy itu hukumnya  mutlak haram, baik harga komoditi itu naik dari harga normal disebabkan najisy atau tidak. Ini adalah pendapat ulama syafi’iyah, hanabilah, dan Al-Maziri, salah seorang ulama malikiyah.
b.      Sesungguhnya najasy itu hukumnya haram apabila najisy menaikkan harga komoditi di atas harga normal.. akan tetapi, jika harga komoditi tidak naik disebabkan najisy, maka hukumnya tidak haram. Ini adalah pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah, dan Ibnu Hamz. Mereka berargumen bahwa naiknya harga komoditi disebabkan najisy apabila melebihi harga normal hukumnya tidak haram.
Dari pembahasan diatas, pendapat yang rajih adalah pendapat yang dikemukakan oleh hanafiyah, malikiyah dan ibnu hazm. Alasannya adalah sebagai berikut:
1)      Hadist riwayat Ibnu Umar di-taksish oleh hadist riwayat Tamim Al-Dari.
2)      Sesuai dengan kaidah ushul fiqih: “Mengompromikan berbagai dalil yang memungkinkan maka wajib hukumnya.” Maka dalam hal ini dapat dibawa hadits tentang larangan bai’ al-najasy riwayat Ibnu Umar, karena sifatnya umum kepada hadits riwayat tamim al-Dari yang men-takhsish-nya.
3)      Pendapat ini dapat menghilangkan kemudharatan dan mencegah perbuatan zalim. Karena banyak orang-orang bersepakat diantara mereka membeli barang komoditi dengan tidak menaikkan harga dari harga normal. Maka ini adalah sebuah tindakan yang menzalimi pedagang. Kalaulah ada orang-orang yang mau menaikkan atau menawar harga barang komoditi lebih tinggi sehingga mencapai batas harga normal, tentunya ini termasuk meemberikan nasihat dan menolong sesama umat muslim serta menghidari penipuan dan kemudaratan. ( Enang Hidayat, 2015: hal 129-131)
3.      Ayat yang Terkait dengan Hadis
QS. Ali Imran:77
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbrçŽtIô±o ÏôgyèÎ/ «!$# öNÍkÈ]»yJ÷ƒr&ur $YYyJrO ¸xÎ=s% šÍ´¯»s9'ré& Ÿw t,»n=yz öNßgs9 Îû ÍotÅzFy$# Ÿwur ãNßgßJÏk=x6ムª!$# Ÿwur ãÝàZtƒ öNÍköŽs9Î) tPöqtƒ ÏpyJ»uŠÉ)ø9$# Ÿwur óOÎgÅe2tムóOßgs9ur ëU#xtã ÒOŠÏ9r& ÇÐÐÈ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih. Abdullah bin Aufa berkata, “pelaku praktek najasy adalah pemakan riba dan penghianat” (HR Bukhari [2675])
4.      Analisis Pemakalah
Daripembahasan diatas dijelaskan bahwa jual beli merupakan tindakan atau transaksi yang telah disyari’atkan dalam arti telah ada hukumnya yang jelas dalam islam. jual beli najasy tersebut di larang karena lebih besar mudharatnya dari pada manfaatnya yang membuat orang lain tertipu dan terpengaruh oleh perbuatan tersebut dan sebagaimana juga telah dijelaskan oleh hadits Rasulullah SAW bahwa jula beli najasy tersebut haram.

B.     Jual Beli Urbun
Al-‘urbun  berasal dari kata- وعلربن- وهوعلربن- وعلربون  عرب artinya seorang pembeli memberi uang panjar (DP). Dinamakan demikian, karena di dalam akad jual beli tersebut terdapat uang panjar yang bertujuan agar orang lain yang menginginkan barang itu tidak berniat membelinya karena sudah dipanjar oleh si pembeli pertama.
1.      Hadis dan Terjemahan
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّهُ قَالَ نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ (رواه أحمد والنسائي وأبو داود, وهو لمالك في الموطأ
Artinya : dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya, ia berkata bahwa Nabi SAW melarang jual beli Urban.’ (HR, Ahmad, Nasa’i, Abu Daud dan Hadist ini diriwayatkan juga (oleh Imam Malik dalam Al-Muwatha).
Hadist Ibnu Majah:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا مَالِكُ بْنُ أَنَسٍ قَالَ بَلَغَنِي عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الْعُرْبَانِ
Artinya: melarang jual beli dengan sistem 'Urban (membeli dengan cara panjar, jika gagal uang tak kembali). (HR. ibnumajah No.2183).

Hadist Nabi dari Amru bin Syu’eb menurut riwayat Malik mengatakan:
نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ اَلْعُرْبَانِ
Artinya: Sesungguhnya Rasul Allah SAW. Melarang jual-beli ‘urban

2.      Penjelasan Hadis
Dari hadist diatas sudah jelas dikatakan bahwa jual beli urbun itu dilarang, adapun yang dimaksud dengan jual beli urbun adalah seseorang membeli sebuah barang lalu ia membayar satu dirham atau sebagian kecil dari harga barang kepada penjual, dengan syarat jika jual beli dilanjutkan maka satu dirham yang telah dibayarkan akan terhitung sebagai bagian dari harga. Namun apabila tidak jadi, maka satu dirham yang telah dibayarkan akan menjadi pemberian (hibah) bagi si penjual. Sudah jelas bahwa jual beli urbun tersebut jangka waktu penentuan jadi tidaknya suatu transaksinya tidak jelas. Dan pembeli pada dasarnya memiliki hak khiyar (meneruskan atau membatalkan transaksi tersebut).
Perbedaan Pendapat Tentang Hukum Bai’ Al-Urbun
a.       Pendapat yang membolehkan bai al-urbun
1)      Dari kalangan sahabat Rasulullah SAW
Pendapat yang membolehkan bai’ al-urbun di kalangan sahabat diantaranya adalah umar bin khatab Ra. Dalam al-istidkar, ibnu abd al-Barr menyebutkan hadits yang diriwayatkan oleh Nafi’ bin Abd al-Harits, beliau berkata:
عا مل عمر على مكة ، اننه شتر ى من صفو ا ن بن امية دارا لعمر بن الخطا ب با ربعة الاف در هم ، واشتر ط علسه النا فع ان رضي عمر، فا لبيع له ، وان لم ير ض فلصفو ان ار بع ما ءةدرهم.


Artinya:
Umar brermuamalah dengan penduduk makkah (shafyan). Beliau membeli rumah dari shafyan bin umayah seharga empat ribu dirham. Sebagai tanda jadi membeli, umar memberi uang panjar sebesar empat ratus dirham. Kemudian nafi memberi syarat, jika umar benar-benar jadi membeli rumah itu, maka uang panjar itu dihitung dari harga. Dan jika tidak jadi membelinya, maka uang panjar itu milik shafwan.
2)      Dari Kalangan Tabiin
Pendapat yang membolehkan dari kalangan tabiin diantaranya adalah muhammad bin sirin, sebagaimana hadits yang diriwayatkan ibnu abi syaibah, bahwa beliau (ibnu sirin) berkata:
لا ير ى با سا ان يعطي الر جل العر بو ن الملا ح او غير ه فيقو ل ان جؤت به الى كذاوالا فهولك.
Artinya:
“Boleh hukumnya seorang memberikan panjar berupa garam atau yang lainnya kepada si penjual. Kemudian orang itu berkata: “ jika aku datang kepadamu jadi membeli barang itu, maka jadilah jual beli, kalau tidak jadi panjar yang diberikan itu untukmu.”
3)      Dari Kalangan Imam Mazhab
Bai al-urbun menurut ulama hanabilah termasuk jenis jual beli yang mengandung kepercayaan dalam bermuamalah, yang hukumnya dibolehkan atas dasar kebutuhan (hajat) menurut pertimbangan ‘Urf  (adat kebiasaan).
b.      Dalil Hukum Yang Membolehkan Al-Urbun
Hadits mursal yang diriwayatkan oleh Abd al- Razzaq dari Zaid bin Aslam, beliau berkata:
انرسول الله صلى االله عليه وصلم سؤل عن بيع العر با ن فا حله
 ( رواه عبد الر زاق عن زيد بن ا سلم ر ضي االله عنه)
Artinya:  Bahwasanya Rasulullah SAW ditanya mengenai hukum bai’al urbun, kemudian beliau membolehkanya (HR. Abd-Razzaq bin Zaid bin Aslam Ra)
Hadist diatas termasuk hadist mursal (hadist yang sanad terakhirnya gugur, yaitu sanad setelah tab’in (sahabat) yang tergolong hadis dhaif. Dalam menyikapi hidist mursal ini, para ulama berbeda pendapat mengenai hukum ke bolehan mengamalkannya.(Enang Hidayat, 2015: hal 208-211)
3.      Ayat yang Terkait dengan Hadis
Q.S Al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ لرِّب
Artinya :”....Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....”(Mardani, 2011 : 1)
4.      Analisi Pemakalah
Dari pembahasan diatas kita ketahui bahwa jual beli al- urbun itu tidak dibolehkan karna membayar dengan uang panjar, dan uang panjar itu tidak akan kembali apabila tidak jadi membeli tentu hal ini merugikan salah satu pihak.  Sedangkan dari beberapa hadist diatas ada yang ,membolehkan karna  mengembalikan uang panjar apabila pembeli tidak jadi membeli barang. Hal ini termasuk kedalam iqalah yang hukumnya sendiri yang hukumnya sendiri adalah sunnah bagi orang yang menyesal baik dari pihak penjual maupun pembeli.

C.    Jual Beli Muhaqalah, Muzabanah, Mulamasah, dan Munabazah
1.      Jual Beli Muhaqallah
a.      Hadist dan terjemahan
Al-Muhaqalah diambil dari kata اَلْحَقْل yang berarti ladang, di mana hasil pertanian masih berada di ladang. Baqallah  berarti tanah, sawah, dan kebun, Maksud muhaqallah disini ialah menjual tanam-tanaman yang masih dilarang atau di sawah.
ان ر سو ل ا الله صلي ا الله عليه وسلم نهي عن بيع المز ابنه و المحا قلة والمز ابنة ان يبا ع ثمر النخل با لتمر والمحاقلةان يبا عالز رع با لقمح واستكر ا ء الا رض با لقمح (رواه البخا ري و مسلم عن سعيد بن المسيب ر ضي ا الله عنه)
Artinya: bahwa rasulullah SAW melarang transaksi dengan sistem muzabannah dan muhaqallah. Muzabanah ialah seorang menjual buah kurma yang masih di pohon dengan kurma kering, sedangkan muhaqallah seorang yang menjual biji- bijian dengan gandum serta  menyewakan tanah dengan gandum (HR. Muslim[No]2837] dari Said bin Al- musayyad Ra). ( Enang hidayat, 2015: hal 129-131)
Dasar haramnya jual-beli ini adalah hadist Nabi yang berasal dari Jabir bin Abdullah meurut lima perawi hadist selain Ibnu Majah dan disahkan oleh al-Tirmizi yang bunyinya:
أن النبى صلى الله عليه و سلم نهى عن ا لحا قلة و  المنا بذة و المخابر ة و
عي الشني

 Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW. Melarang jual-beli muhaqalah, muzabanah, mukhabarah dan tsunaiya”.
b.      Penjelasan hadist
Maksud dari jual beli muhaqalah yaitu menjual biji-bijian (seperti gandum, padi dan lainnya) yang sudah matang yang masih di tangkainya dengan biji-bijian yang sejenis. Pada jual beli model ini terkumpul dua hal yang terlarang, yaitu:
1)      Adanya  ketidakjelasan kadar pada barang yang dijual belikan.
2)      Padanya terdapat unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya kesamaan antara dua barang yang dijual belikan.
Padahal ketentuan syar’i dalam hal ini adalah,“Bahwa ketidakpastian adanya kesamaan (antara dua barang yang dijual-belikan) sama seperti mengetahui secara pasti adanya tafadhul (melebihkan salah satu barang yang ditukar) dalam hal hukum.” Ketidakjelasan di sini karena biji-bijian yang masih di tangkainya tidak diketahui kadarnya (beratnya) secara pasti dan tidak diketahui pula baik dan buruknya barang tersebut.
Adapun adanya unsur riba di sini karena jual beli biji-bijian dengan biji-bijian yang sejenis dengannya tanpa adanya takaran syar’i yang sudah diketahui akan menyebabkan ketidakjelasan pada sesuatu.
Imam al-Bukhari rahimahullah meriwayatkan dari Anas bin Malik Radhiyallahu anhu, ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُحَاقَلَةِ وَالْمُنَابَذَةِ وَالْمُلاَمَسَةِ وَالْمُزَابَنَة.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli dengan cara muhaqalah, mukhadharah, mulamasah, munabadzah, dan muzabanah.”
Alasan haramnya jual beli ini adalah karena objek yang diperjual belikan masih belum dapat dimanfaatkan, karena larangan disini melanggar salah satu dari syarat jual beli yaitu manfaat, maka menurut kebanyakan Ulama jual beli ini tidak sah. (journal.stainkudus.ac.id)
c.       Kaitan hadist dengan Al-Quran
QS. Al-Bqarah ayat 275
šúïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ (#4qt/Ìh9$# Ÿw tbqãBqà)tƒ žwÎ) $yJx. ãPqà)tƒ Ï%©!$# çmäܬ6ytFtƒ ß`»sÜø¤±9$# z`ÏB Äb§yJø9$# 4 y7Ï9ºsŒ öNßg¯Rr'Î/ (#þqä9$s% $yJ¯RÎ) ßìøt7ø9$# ã@÷WÏB (#4qt/Ìh9$# 3 ¨@ymr&ur ª!$# yìøt7ø9$# tP§ymur (#4qt/Ìh9$# 4 `yJsù ¼çnuä!%y` ×psàÏãöqtB `ÏiB ¾ÏmÎn/§ 4ygtFR$$sù ¼ã&s#sù $tB y#n=y ÿ¼çnãøBr&ur n<Î) «!$# ( ïÆtBur yŠ$tã y7Í´¯»s9'ré'sù Ü=»ysô¹r& Í$¨Z9$# ( öNèd $pkŽÏù šcrà$Î#»yz ÇËÐÎÈ
Artinya Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahul (sebelum datang larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Mardani, 2011: hal 13)
d.      Analisis pemakalah
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli muhaqalah dilarang oleh Allah SWT, karena jual beli tersebut adanya  ketidak jelasan kadar pada barang yang dijual belikan dan juga terdapat unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya kesamaan antara dua barang yang dijual belikan. Ketidakjelasan di sini karena biji-bijian yang masih di tangkainya tidak diketahui kadarnya (beratnya) secara pasti dan tidak diketahui pula baik dan buruknya barang tersebut.
2.      Jual Beli Muzabanah
a.      Hadis dan terjemahan
Muzabanah secara bahasa diambil dari kata اَلزَّبْنُ yang berarti mendorong dengan keras. Jual-beli muzabanah adalah dengan mempertukarkan kurma yang masih basah dengan yang sudah kering dan mempertukarkan anggur yang masih basah dengan yang sudah kering dengan menggunakan alat ukur takaran.
Ibnu majah jilid 2 No. Hadist : 22658           
 حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ رُمْحٍ ، أَخْبَرَنَا اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ ، قَالَ : نَهَى رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله عَليْهِ وسَلَّمَ عَنِ الْمُزَابَنَةِ.وَالْمُزَابَنَةُ : أَنْ يَبِيعَ الرَّجُلُ ثَمَرَ حَائِطِهِ إِنْ كَانَتْ نَخْلاً ، بِتَمْرٍ كَيْلاً ، وَإِنْ كَانَتْ كَرْمًا ، أَنْ يَبِيعَهُ بِزَبِيبٍ كَيْلاً ، وَإِنْ كَانَتْ زَرْعًا , أَنْ يَبِيعَهُ
بِكَيْلِ طَعَامٍ ، نَهَى عَنْ ذَلِكَ كُلِّهِ
Artinya :“Abdillah berkata Rasullulloh melarang  jual beli dengan cara muzabanah yaitu bila seorang rojul menjual pada kurma basah (kurma yang masih dipohon) dijual dengan kurma kering (kurma yang sudah matang). Dan bila ada anggur basah dijual dengan anggur kering. Dan bila ada gogo (sejenis padi-padian) dijual dengan makanan. Nabi melarang dari demikian itu semua.
b.      Penjelasan hadist
Hadits ini merupakan dasar larangan menakar bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satunya masih basah dan yang lain sudah kering. Misalnya menakar ruthab (kurma basah) dengan kurma kering atau menakar anggur dengan kismis atau menakar daging basah dengan dendeng (daging kering). Ini merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu.
Dalam jual beli muzabanah terdapat dua ‘illat (sebab) yang mengharuskan syari’at untuk melarangnya:
1)        Adanya ketidakjelasan pada barang (karena masih berada di pohon). Juga adanya bahaya yang akan mengancam salah satu pihak dengan kerugian.
2)        Adanya unsur riba karena kurma yang masih berada di pohon belum jelas (kadarnya, serta baik dan buruknya), maka menjual kurma dengan kurma yang sejenis, tentu belum memastikan adanya tamatsul (samanya kadar antara dua barang yang dijualbelikan), sehingga hal tersebut akan menyebabkan terjadinya riba fadhl.
c.       Kaitan hadist dengan Al-Qur’an
QS Al-Alaq: 18
äíôuZy spuÏR$t/¨9$# ÇÊÑÈ
Artinya:  Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah.
Karena mereka (para Malaikat pemberi adzab-ed) mendorong orang-orang yang berbuat dosa ke dalam Neraka dengan kuat, keras, dan kasar.
”Sedangkan makna muzabanah secara syar’i, ialah menjual anggur dengan anggur atau kurma dengan kurma yang masih berada di pohon atau menjual ruthab (kurma yang masih basah) dengan kurma yang sudah kering. (journal.stainkudus.ac.id)
d.      Analisis Pemakalah
Dari hadist dan ayat Al-qur’an diatas telah dijelaskan bahwa tidak boleh jual beli dengan  tukar menakar bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satunya masih basah dan yang lain sudah kering. Misalnya menakar ruthab (kurma basah) dengan kurma kering atau menakar anggur dengan kismis atau menakar daging basah dengan dendeng (daging kering).
Jadi jual beli ini tidak boleh dilakukan karena adanya ketidakjelasan pada barang (karena masih berada di pohon) dan juga adanya bahaya yang akan mengancam salah satu pihak dengan kerugian. Seterusnya juga akan terdapat unsur riba karena kurma yang masih berada di pohon belum jelas kadarnya, serta baik dan buruknya. Maka dari itu tidak dibolehkan  jual beli muzabanah.

3.      Jual Beli Mulamasah
e.       Hadist dan terjemahan
Hadits Bukhari 2001

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ حَدَّثَنَا أَيُّوبُ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ نُهِيَ عَنْ لِبْسَتَيْنِ أَنْ يَحْتَبِيَ الرَّجُلُ فِي الثَّوْبِ الْوَاحِدِ ثُمَّ يَرْفَعَهُ عَلَى مَنْكِبِهِ وَعَنْ بَيْعَتَيْنِ اللِّمَاس وَالنِّبَاذ
Kami dilarang dari libsatain yaitu seseorang berselimut dengan orang lain dalam satu kain lalu mengangkat kain tersebut sampai pundaknya & juga melarang mulamasah & munabadzah. (HR. Bukhari No.2001).
c.       Penjelasan hadist
Mulamasah secara bahasa adalah sighah (bentuk) مُفَاعَلَة dari kata لَمَسَ yang berarti menyentuh sesuatu dengan tangan. Sedangkan pengertian mulamasah secara syar’i, yaitu seorang pedagang berkata, “Kain mana saja yang engkau sentuh, maka kain tersebut menjadi milikmu dengan harga sekian”.
Jual beli mulamasah  yaitu jual beli secara sentuh menyentuh. Misalkan seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya diwaktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh kain tersebut telah membelinya. Jual beli yang seperti ini haram hukumnya karena mengandung tipuan dan kemungkinan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahiih-nya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “(Jual beli mulamasah), yaitu masing-masing dari dua orang menyentuh pakaian milik temannya tanpa ia perhatikan dengan seksama.”Jual beli ini tidak layak dengan dua sebab.
1)      Adanya jahalah (ketidakjelasan barang).
2)      Masih tergantung dengan syarat.
Syaratnya ialah seorang pedagang berkata, “Aku jual pakaian yang engkau sentuh dari pakaian-pakaian ini.
Masuk dalam larangan ini semua barang, maka tidak boleh membeli sesuatu dengan cara mulamasah karena adanya dua sebab yang sudah disebutkan tadi, baik barang tersebut berupa pakaian atau yang lainnya. (www.repository.ac.id)
c.       Analisis pemakalah
Dari penjelasan hadist diatas dapat disimpulkan bahwa jual beli mulamasah dilarang oleh Allah SWT, karena jual beli mulamasah itu adanya jahalah (ketidakjelasan barang) dan masih tergantung dengan syarat. Misalnya seseorang menyentuh sehelai kain dengan tangannya diwaktu malam atau siang hari, maka orang yang menyentuh kain tersebut telah membelinya. Jual beli yang seperti ini haram hukumnya karena mengandung tipuan dan kemungkinan menimbulkan kerugian pada salah satu pihak.
4.      Jual Beli Munabazah
a.    Hadist dan terjemahan
Kata al-Munabadzah secara bahasa diambil dari kata اَلنَّبْذُ yang berarti melempar, jadi kata مُنَابَذَة adalah shighah مُفَاعَلَة dari النَّبْذُ.
و عن ابى سعيد قال : نهى رسول الله ص م عن الملامسة والمنابداة فى البيع و الملامسة لمس الرجل ثوب الاخر بيده باليل او بالنهار ولا يقلبه و المنابدة ان ينبد الرجل الى الرجل بثوبه وينبد الاخر بثوبه ويكون دلك بيعهما من غير فظر ولا تراض
Rasulullah melarang jual beli barang secara mulamasah dan munabazah. Mulamasah, pembeli hanya memegang kain (baik di siang maupun di malam hari) tanpa dibolak-balik terlebih dahulu. Munabazah, penjual melemparkan kain kepada pembeli, dan kemudian kembali dilempar kepada penjual. Penjualnya hanya didasarkan atas saling percaya”. (HR. Al-Bukhary, Muslim; Al-Muntqa II: 319).
b.   Penjelasan hadist
Hadits tersebut menunjukkan bahwa cara penjualan muhaqalah, mukhalash, munabazah, mulamasah dan mubazanah dilarang. Penjualan gharar (yang mengandung unsur tipuan), seperti menjual ikan yang masih dalam kolam, menjual burung yang masih berada di angkasa. Hal ini disepakati masuk kedalam bagian menjual barang yang belum ada, menjual sesuatu yang belum diketahui, menjual budak yang belum dilihat dan setiap penjualan  yang mungkin dapat menipu pembeli.
Jual beli munabazah suatu bentuk transaksi yang masing-masing pihak melemparkan apa yang ada padanya ke pihak lain tanpa mengetahui kualitas dan kuantitas dari objek yang dijadikan sasaran jual-beli itu. Bentuk jual beli ini haram. Alasan haramnya jual beli ini adalah ketidak jelasan objek yang diperjual-belikan yang akan membawa kepada ketidakrelaan yang menjadi salah satu syarat jual beli. Dengan demikian hukumnya tidak sah. Al-Muwaffiq Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah memberi definisi jual beli Munabadzah yaitu masing-masing pihak melempar (menawarkan) pakaiannya kepada temannya dan masing-masing mereka tidak melihat pakaian temannya.
Jual beli ini tidak sah disebabkan dua ‘illat (alasan), yaitu:
a)      Adanya ketidakjelasan barang.
b)      Barang yang dijual masih tergantung pada syarat, yaitu apabila kain tersebut dilemparkan kepadanya. (journal.islamiconomic.or.id)
c.       Analisis pemakalah
Dari hadis diatas dapat di simpulkan bahwa jual beli munabadzah dilarang oleh Allah SWT, karena dalam jual beli ini ketidakjelasan objek yang diperjual-belikan yang akan membawa kepada ketidakrelaan yang menjadi salah satu syarat jual beli. Padahal dalam jual beli ini harus ada kerelaan antara pembeli dan penjual. jual beli Munabadzah yaitu masing-masing pihak melempar (menawarkan) pakaiannya kepada temannya dan masing-masing mereka tidak melihat pakaian temannya. Jual beli ini dilarang oleh syari’at, karena gambaran jual beli seperti ini akan mengundang perselisihan dan permusuhan antara kedua belah pihak.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan.
Al najasy menurut bahasa artinya al-istitar ( menyembunyikan), al-khadi’ah (penipuan), al-ziyadah (penambatan). Sedangkan menurut istilah adalah menaikkan harga komoniti yang dilakukan oleh orang yang tidak ingin membeli barang yang diperjualbelikan tersebut.
Jual beli urbun adalah akad jual beli dengan uang panjar yang bertujuan agar orang lain yang menginginkan barang itu tidak berniat membelinya karena sudah dipanjar oleh si pembeli pertama jika akad gagal maka uang panjar tidak dikembalikan.
jual beli muhaqalah dilarang oleh Allah SWT, karena jual beli tersebut adanya  ketidak jelasan kadar pada barang yang dijual belikan dan juga terdapat unsur riba karena tidak diketahui secara pasti adanya kesamaan antara dua barang yang dijual belikan dan  tidak boleh jual beli dengan  tukar menakar bahan-bahan makanan yang sejenis, salah satunya masih basah dan yang lain sudah kering atau dsebut juga denganMubazanah. jual beli mulamasah dilarang oleh Allah SWT, karena jual beli mulamasah itu adanya jahalah (ketidakjelasan barang) dan masih tergantung dengan syarat. jual beli munabadzah dilarang oleh Allah SWT, karena dalam jual beli ini ketidakjelasan objek yang diperjual-belikan yang akan membawa kepada ketidakrelaan yang menjadi salah satu syarat jual beli
B.     Saran
Makalah yang kami buat ini jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dan bermanfaatbagi pembaca. Semoga lebih baik kedepannya.